Ping Pong Berkas Kasus Paniai Berdarah Antara Kejagung dan Komnas HAM

Kamis, 18 Juni 2020 | 16:14 WIB
Ping Pong Berkas Kasus Paniai Berdarah Antara Kejagung dan Komnas HAM
Sejumlah mahasiswa Papua di Bandung, Jawa Barat, Rabu (10/12), menggelar aksi unjuk rasa terkait tewasnya tujuh warga sipil yang tertembak aparat keamanan di Paniai, Papua. (Antara/Agus Bebeng)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat Paniai hingga saat ini belum naik ke tingkat penyidikan, sebab masih belum ada kesepahaman antara Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk membawanya ke pengadilan HAM.

Progres terbaru, Kejaksaan Agung untuk kali kedua mengembalikan berkas penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat Paniai kepada Komnas HAM pada 20 Mei 2020 lalu.

Direktur Pelanggaran HAM Berat pada Jampidsus Kejagung Yuspar menjelaskan, alasan mereka mengembalikan berkas itu karena penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM belum memenuhi unsur syarat pelanggaran HAM berat, dalam hal ini kejahatan terhadap kemanusiaan.

Yuspar menyebut, berkas Komnas HAM belum memenuhi Pasal 9 Undang-undang No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang menjelaskan, bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dan serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.

Baca Juga: 2 Petisi untuk Jokowi: Bebaskan Tapol Papua dan Usut Kasus Paniai Berdarah

"Ini yang kita pelajari dari berkas itu, ada tidak kebijakan dari penguasa atau organisasi tertentu itu, ini wajib di pasal 9, dua unsur ini yang harus kita cari di penyidikan. Komnas HAM itu, dia selaku penyelidik tapi bertindak sebagai penyidik projusticia, sama seperti dari polisi ke jaksa, jadi dia memiliiki kewenangan memeriksa memanggil dan sebagainya," kata Yuspar dalam diskusi virtual bersama Elsam, Kamis (18/6/2020).

Pemenuhan pasal 9 ini, kata Yuspar harus dilakukan oleh Komnas HAM dalam perbaikan berkasnya nanti, bukan dilakukan oleh kejaksaan sebagai penyidik.

"Penyidik tidak bisa menindaklanjuti, undang-undang mengatur ranahnya masih di tahap penyelidikan, jadi undang-undangnya begitu, bukan kita tidak mau, buan kewenangan kita, kewenangan kita masih di ranah penyelidikan, itu projusticia," tegasnya.

Alasan Kejaksaan Agung ini langsung disanggah oleh Komnas HAM yang berpatokan pada pasal 21 UU 23/2000 yang menyebut bahwa kewenangan melakukan penyidikan dilakukan oleh Jaksa Agung sebagai penyidik.

"Tadi disebutkan Pak Direktur pasal 21 harus memenuhi ini itu, pasal 21 itu soal penyidikan bukan penyelidikan, kita harus clear, kewenangan Komnas HAM apa? Kewenangan Kejaksaan Agung apa? Sehingga apa-apa yang kita butuhkan jelas," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam yang juga ketua penyelidik kasus Paniai berdarah.

Baca Juga: Lima Pesan Komnas HAM untuk Jokowi Soal Kasus HAM Berdarah Paniai

Menurut Choirul, penyelesaian kasus ini tidak bisa hanya dilihat dari kacamata hukum sebab pengembalian berkas penyelidikan sebanyak dua kali dari Kejagung ini sudah di luar konteks hukum.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI