Laporcovid-19 Nilai Pemerintah Tak Transparan Soal Data Zona Risiko

Kamis, 18 Juni 2020 | 14:44 WIB
Laporcovid-19 Nilai Pemerintah Tak Transparan Soal Data Zona Risiko
Ilustrasi corona dan peta Indonesia
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Laporcovid19.org menilai pemerintah tidak transparan mengenai data daerah yang terdampak wabah dan beresiko. Penentuan zona aman atau daerah bebas Covid-19 yang dirilis Gugus Tugas, belum tentu aman dari penyebaran Virus Corona.

"Sebab indikator yang digunakan untuk menentukan zona hijau hanya berdasarkan tidak adanya kasus positif. Padahal, tiadanya kasus bisa karena kurangnya tes," kata Iqbal Elyazar, Epidemiolog yang juga Kolaborator LaporCovid-19 dalam konfrensi pers pada Kamis (18/6/2020).

Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan Covid-19 pada 31 Mei 2020 merilis data zonasi daerah kabupaten/kota berisiko. Pada zona hijau di peta Gugus Tugas tercatat ada 99 kabupaten/kota yang tidak terdampak, mulai dari Provinsi Aceh, Sulawesi, Maluku hingga Papua.

Kemudian kategori kedua zona kuning ada 137 kabupaten/kota dengan risiko rendah. Jadi tampilan peta itu menggambarkan dua zonasi kabupaten/kota risiko rendah dan tidak terdampak.

Baca Juga: Pemerintah Berencana Buka 9 Sektor Ekonomi di Zona Hijau Covid-19

"Namun kita tidak tahu di peta ini kabupaten/kota mana saja yang masuk resiko tinggi dan resiko sedang," ujarnya.

Dia menuturkan, dari data 14 indikator untuk menentukan zonasi risiko, indikator pemeriksaan spesimen bobotnya paling rendah dibandingkan dengan indikator yang lain.

Indikator pemeriksaan spesimen bobotnya cuma 4 persen, sedangkan yang lain itu bisa mencapai 7 hingga 10 persen. Hal itu menjadi tanda tanya, lantaran aspek pemeriksaan spesimen mendapatkan bobot yang rendah dalam menilai situasi risiko.

Daerah yang masuk kategori risiko tidak terdampak cukup mengkhawatirkan, karena hanya mengandalkan pada satu indikator, yakni ada atau tidaknya kasus positif. Apabila satu kabupaten/kota tidak ditemukan kasus positif, maka langsung diklasifikasikan oleh pemerintah sebagai zona tidak terdampak.

"Ini berbahaya, karena zona resiko itu selalu dinamis dan akan selalu berubah. Jadi kenaikan kasus akan berubah dari sedang ke tinggi, apabila kegiatan pengendaliannya baik, maka zona risikonya bisa saja berubah dari sedang ke rendah. Begitu juga dengan zona tidak terdampak, dia bisa saja naik ke zona di atasnya," tuturnya.

Baca Juga: Pesantren di Jawa Barat Boleh Dibuka, Hanya di Zona Biru dan Hijau

Dia menambahkan, zona risiko dinamis dan bisa berubah tergantung kelengkapan data. Kalau datanya ada maka bisa dinilai. Jika data suatu daerah tidak ada, berarti tidak dinilai dan tidak masuk dalam zona risiko.

Sampai saat ini, Gugus Tugas belum menyampaikan penilaian atas zonasi risiko tersebut. Sehingga publik tidak tahu kabupaten/kota mana saja yang termasuk zona berisiko tinggi.

"Maka kita meminta Kemenkes dan Gugus Tugas untuk membuka kepada publik zonasi risiko ini," jelasnya.

Selain itu, lanjut Iqbal, kapasitas pemeriksaan juga sangat berpengaruh pada semuanya, terutama pada zona tidak terdampak. Oleh karena itu Laporcovid-19 meminta Gugus Tugas menyampaikan secara terbuka kepada publik setiap update zonasi risiko kabupaten/kota.

"Semuanya harus tahu, agar publik tetap waspada. Jangan mengiming-imingi dengan data zona hijau," terangnya.

Sementara itu, Laporcovid-19 mendefenisikan kabupaten/kota dinyatakan terdampak apabila sudah ada kasus ODP/PDP/kasus positif. Laporcovid-19 dari relawan melaporkan jumlah zona yang sudah terdampak sudah mencapai 495, sedangkan Gugus Tugas mengklaim hanya mencatat 429 zona terdampak.

"Data jumlah zona terdampak dari Gugus Tugas angkanya jauh lebih kecil dibanding data zona terdampak yang dihimpin oleh Laporcovid-19. Data ini kami kumpulkan dari kabupaten/kota," tuturnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI