Suara.com - Mantan Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki menganggap majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan telah melanggar kode etik.
Dugaan pelanggaran etik yang dimaksud Suparman, yakni majelis hakim sempat mengarahkan pertanyaan menjerat kepada Novel dan meyakini jika penyiraman yang dilakukan kedua terdakwa menggunakan air aki.
"Saya terkejut ketika mas Novel ditanya bagaimana ketika saudara disiram dengan air aki. Itu namanya pertanyaan menjerat. Enggak boleh hakim melakukan pertanyaan semacam itu. Pertanyaan mengarahkan dan pertanyan menyimpulkan itu," kata Suparman dalam diskusi daring, Rabu (17/6/2020).
Menurut Suparman, KY seharusnya sudah turun tangan melihat adanya kejanggalan dalam sidang kasus dengan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir.
Baca Juga: Komedi soal Novel Baswedan Berujung Konflik, Bintang Emon: Gue PNS Aja Deh
"Ya, harusnya komisi yudisial sudah bisa memanggil. Setidak-tidaknya mengingatkan bahwa enggak boleh ada pertanyaan-pertanyaan yang menjerat semacam itu," ujar Suparman.
Menurutnya, semestinya majelis hakim bersikap netral dalam menangani sebuah perkara pidana seperti yang lainnya.
"Hakimnya pasif tidak aktif sebagaimana keharusan dalam perkara-perkara pidana," kata dia.
Suparman pun menduga sidang teror air keras ini bukan suatu peradilan yang akan memberikan keadilan bagi korban. Dia juga menganggap jaksa penuntut umum juga tidak memilik bukti yang kuat untuk mengadili kedua terdakwa.
"Kesan kuat bahwa memang bukan peradilan yang sesungguhnya. Untuk digelar dalam rangka mengadili pelaku. Bahkan tadi diragukan apakah ini pelaku yang sebenarnya," ujar Suparman.
Baca Juga: Harga Fortuner Milik JPU Kasus Novel Baswedan Jadi Sorotan, Kok Rp 5 Juta?
"Karena dugaan saya memang apakah tidak ada alat bukti atau bukti yang dihadirkan dipersidangan tidak kuat."