LPSK: Regulasi Kasus TPPO Masih Lemah

Rabu, 17 Juni 2020 | 02:05 WIB
LPSK: Regulasi Kasus TPPO Masih Lemah
Petugas memperlihatkan nomer telepon layanan aduan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) usai peresmian gedung LPSK di Kantor LPSK Jakarta
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyebut regulasi untuk menyelesaikan kasus perdagangan orang di Indonesia masih lemah. Sehingga banyak kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) seperti eksploitasi anak buah kapal atau ABK yang tak tuntas.

Pemilik perusahaan yang terlibat dalam perbudakan modern selama ini jarang bisa diadili.

Wakil Ketua LPSK, Antonius PS Wibowo mengatakan dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO ada telah mengatur bahwa Pengadilan bisa mengeluarkan perintah kepada eksekutor untuk menyita harta pelaku.

“Namun kenyataannya pasal ini jarang digunakan atau galau untuk dilakukan, kenapa? karena tak ada penjelasannya sama sekali bagaimana caranya menyita, kapan dan siapa yang melakukan. Maka UU ini perlu untuk diperbaiki,” kata Antonius dalam konfrensi pers secara daring, Selasa (16/6/2020).

Baca Juga: 3 Tersangka TPPO di Kapal China Janjikan ABK Indonesia Bergaji Layak

Kendati begitu, lanjutnya, semua regulasi yang berkaitan dengan kasus perdagangan orang perlu direformasi. Perlu dibuat peraturan-peraturan turunannya, seperti peraturan daerah yang bisa mengakomodir kebutuhan korban. Misalnya peraturan pengobatan bagi korban perdagangan orang.

Menurut Antonius, selain kelemahan regulasi, penegakan hukum dalam kasus TPPO tersebut juga masih lemah. Masih banyak penyidik di tingkat Kepolisian yang kurang memahami hak restitusi atau ganti kerugian ABK yang menjadi korban perdagangan orang.

Aparat penegak hukum mulai dari penyidik di tingkat Kepolisian, Kejaksaan hingga hakim harus mengingatkan dan menekankan restitusi korban.

“Aparat penegak hukum mulai dari tahap penyidikan, penuntutan dan hakim harus punya pengetahuan yang kuat untuk memberi tahu bahwa restitusi adalah hak korban,” jelasnya.

Selama ini dari banyak kasus ABK yang menjadi korban, penyidik Kepolisian tidak memasukan restitusi dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

Baca Juga: Jadi Gerbang Transit TKI Ilegal, Bupati Bintan Minta Pelaku TPPO DItindak

“Pengetahuan penyidik tidak merata soal restitusi ini,” tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI