Suara.com - Penyidik senior KPK Novel Baswedan tak habis pikir atas pledoi atau pembelaan tim hukum dua terdakwa Rony Bugis dan Rahmat Kadir menyebut bahwa mata kirinya yang kini buta permanen bukan akibat siraman air keras.
Di hadapan majelis hakim pengadilan negeri Jakarta Utara, tim hukum pembela dua polisi aktif menganggap bahwa Novel dianggap telah lalai selama menjalani perawatan di rumah sakit.
"Pembelaan dan penyataan mereka (isi pledoi) tidak berdasar pengetahuan dan membabi buta," kata Novel dikonfirmasi, Selasa (16/6/2020).
Novel menegaskan selama menjalani perawatan di Jakarta Eye Center (JEC) hingga dirujuk ke rumah sakit di Singapura, dirinya ditangani sejumlah dokter terbaik di dunia.
Baca Juga: Dari Celetukan, Cerita Refly Harun Bentuk New KPK di Rumah Novel Baswedan
"Yang tangani saya adalah dokter mata spesialis kornea yang terpapar bahan kimia yaitu Profesor Donal Tan. Dalam beberapa rating yang bersangkutan adalah dokter kornea yang terbaik di dunia," ungkap Novel
Novel pun, hanya berpasrah diri. Bahwa dirinya memang sudah tidak menaruh harapan untuk proses sidang penyiraman air keras tersebut.
"Sejak awal saya katakan saya tidak menaruh harapan pada proses hukum ini. Karena saya tahu tidak ada itikad baik, kecuali presiden memberi perhatian," ujar Novel
Apa yang dilakukannya ini, kata Novel, hanya ingin melihat adanya proses keadilan dalam penegakan hukum. Jangan sampai apa yang dialaminya turut dirasakan oleh rakyat Indonesia yang ingin mencari suatu keadilan.
"Adapun saya melawan dan protes karena tidak boleh biarkan keadilan diinjak-injak. Wajah hukum yang bobrok dipertontonkan dan ini mencederai keadilan bagi kemanusiaan di masyarakat luas," tutup Novel
Baca Juga: Ketua Komisi III Harap, Hakim Putuskan Perkara Novel Baswedan secara Adil
Sebelumnya, tim pengacara terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis menyebut bahwa kerusakan mata kiri Novel Baswedan bukan akibat penyiraman cairan asam sulfat H2SO4 yang dilakukan oleh terdakwa.
Dia berdalih bahwa kerusakan mata Novel akibat kesalahan penanganan dan ketidaksabaran Novel terhadap tindakan medis.
"Telah terungkap adanya fakta hukum bahwa kerusakan mata saksi korban Novel Baswedan bukan merupakan akibat langsung dari perbuatan penyiraman yang dilakukan oleh terdakwa," kata tim kuasa hukum terdakwa dalam sidang pembacaan pledoi atau nota pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (15/6/2020).
Pengacara dua anggota Brimob Polri itu lantas berdalih bahwa kerusakan mata Novel itu akibat dari penanganan yang tidak benar. Mereka bahkan menuding bahwa hal itu juga disebabkan oleh ketidaksabaran Novel selaku korban terhadap tindakan medis.
"Melainkan diakibatkan oleh sebab lain, yaitu penanganan yang tidak benar atau tidak sesuai, di mana sebab lain itu didorong oleh sikap saksi korban sendiri yang tidak menunjukkan kooperatif dan sabar atas tindakan medis yang dilakukan oleh dokter-dokter di rumah sakit," ujarannya.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menuntut terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette hanya satu tahun penjara. Mereka dinilai terbukti bersalah secara bersama-sama melakukan tindak pidana penganiayaan berat sebagaimana Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1).
Tuntutan tersebut pun menuai kritik dari sejumlah masyarakat. Pasalnya, hukuman tersebut dinilai tidak adil.
Hanya saja, JPU berdalih bahwa pertimbangan pihaknya menuntut kedua terdakwa hanya satu tahun lantaran berdasar fakta persidangan kedua terdakwa tidak terbukti memiliki niat atau adanya unsur kesengajaan untuk melukai Novel sebagaimana yang tertera dalam Pasal 355 KUHP.
"Jadi gini Pasal 355 dia harus mempersiapkan untuk melukai orang itu sudah ada niat dari awal. Sedangkan di fakta persidangan dia tidak ada niat untuk melukai," kata jaksa Fedrik Adhar.