Akses Internet Diblokir, Pers Papua Dibungkam

Selasa, 16 Juni 2020 | 01:05 WIB
Akses Internet Diblokir, Pers Papua Dibungkam
Sejumlah orang berdemonstrasi di depan Kantor Kominfo di Jakarta menolak blokir internet di Papua, Jumat (23/8/2019). [Suara.com/Novian Ardiansyah]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indeks kebebasan pers di Papua masih sangat buruk. Jurnalis yang melakukan kerja-kerja jurnalistik diintidasi, diteror, bahkan dibungkam lewat pemblokiran akses jaringan internet di Papua dan Papua Barat pada pertengahan Agustus 2019 lalu oleh pemerintah.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jayapura, Lucky Ireeuw pemblokiran akses internet pada pertengahan Agustus tahun lalu saat demonstrasi terjadi di berbagai daerah tanah cendrawasih itu mengakibatkan jurnalis tak dapat mewartakan fakta-fakta di lapangan kepada publik. Bahkan jurnalis tak bisa bekerja secara optimal untuk memverifikasi fakta-fakta di lapangan.

"Media tempat saya bekerja bahkan tidak tebit selama dua hari saat pemblokiran akses internet ketika itu. Saya tidak bisa mengirim foto, naskah berita karena tak ada jaringan internet," kata Lucky dalam diskusi bertajuk Akses Informasi dan HAM di Papua yang digelar AJI Indonesia secara daring, Senin (15/6/2020).

Selain memblokir akses internet, media-media lokal yang mewartakan fakta-fakta kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga asli Papua oleh aparat juga dibungkam. Jurnalis yang meliput di lapangan mengalami intimidasi, kekerasan, distigmatisasi dengan pelabelan jurnalis pro separatis.

Baca Juga: Presiden Divonis Salah Blokir Internet Papua, KontraS: Jangan Lagi Represif

"Teman-teman jurnalis yang meliput di lapangan ketika itu diintidasi, dipukul oleh aparat. Bahkan dicap sebagai media separatis," ujarnya.

Mayoritas media ketika itu memberitakan peristiwa kekerasan terhadap masyarakat Papua dengan narasi tunggal. Hanya narasi dari aparat keamanan, tanpa memverifikasi fakta-fakta di lapangan dengan mengkonfirmasi pada narasumber dari masyarakat.

Sehingga kasus-kasus pelanggaran HAM oleh aparat keamanan di daerah-daerah pelosok Papua seperti di Paniai, Nduga, dan lainnya tidak terekspos.

"Selama ini narasi-narasi mengenai sejumlah kasus kekerasan di Papua hanya dari satu sumber saja, dari aparat TNI dam Polri. Sehingga kasus pelanggaran HAM yang terjadi luput dari perhatian publik," tuturnya.

Sementara itu, berdasarkan Indeks Kebebasan Pers (IKP) Dewan Pers 2019, Papua masih berada di posisi terendah dari 34 provinsi di Indonesia, dengan skor IKP 2019 pada angka 66,56. Papua dan Papua Barat berada di posisi buncit soal kebebasan pers.

Baca Juga: Kasus Blokir Internet Papua, Warga Terdampak Bisa Tuntut Jokowi Ganti Rugi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI