CEO Rappler Maria Ressa Dinyatakan Bersalah Atas Pencemaran Nama Baik

Senin, 15 Juni 2020 | 20:08 WIB
CEO Rappler Maria Ressa Dinyatakan Bersalah Atas Pencemaran Nama Baik
CEO Rappler, Maria Ressa. (Instagram/@maria_ressa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jurnalis sekaligus CEO Rappler, Maria Ressa dinyatakan bersalah atas pencemaran nama baik dunia maya.

Ia bersama seorang jurnalis Rappler lain bernama Reynaldo Santos Jr divonis enam bulan penjara.

Menyadur The Guardian pada Senin (15/06/2020), vonis ini lebih ringan dari tuntutan sebelumnya, yaitu enam tahun penjara.

Maria Ressa dan rekannya bisa lolos dari hukuman ini jika membayar uang jaminan sebesar 200 ribu peso atau setara Rp 56 juta per orang untuk 'kerugian moral' atas pemberitaannya di tahun 2012.

Baca Juga: RUU Omnibus Law Dinilai Berpotensi Mengekang Kebebasan Pers

Ressa yang hadir dalam sidang putusan tersebut mengaku akan menuntut keadilan atas nama kebebasan pers.

"Kebebasan pers adalah dasar dari setiap hak yang dimiliki sebagai warga negara Filipina. Jika kami tak bisa minta pertanggungjawaban, maka kami tidak dapat melakukan apa pun," katanya.

"Apakah kita akan kehilangan kebebasan pers? Apakah akan mati seribu luka, atau kita akan memegang garis sehingga kita melindungi hak-hak yang diabadikan dalam konstitusi kita?" lanjut Maria Ressa.

Amal Clooney, pemimpin pengacara dari tim internasional yang mewakili Ressa dengan tegas mengatakan 'pengadilan terlibat dalam membungkam aksi jurnalis yang mengungkap kasus korupsi'.

Maria Angelita Aycardo Ressa alias maria Ressa, Eksekutif Editor sekaligus CEO Rappler—media massa daring—ditangkap aparat Biro Investigasi Nasional Filipina, Rabu (12/2/2019) malam. [Rappler]
Maria Angelita Aycardo Ressa alias Maria Ressa, Eksekutif Editor sekaligus CEO Rappler. [Rappler]

Amal Clooney juga berharap pemerintah AS tak tinggal diam melihat kasus ini dan bersedia melindungi Maria Ressa yang memiliki kewarganegaraan ganda, Filipina dan Amerika Serikat.

Baca Juga: Pandemi Covid-19 Dinilai Akan Pengaruhi Kebebasan Pers Dalam Jangka Panjang

Lalu berita apa yang diterbitkan oleh Maria Ressa di medianya hingga ia mendapat tekanan yang begitu besar di negaranya sendiri?

Masih dari sumber yang sama, disebutkan bahwa Ressa pernah membuat artikel pada tahun 2012 tentang mantan hakim agung Filipina, Renato Corona yang diduga memiliki hubungan dekat dengan pengusaha bernama Wilfredo Keng.

CEO Rappler, Maria Ressa. (Instagram/@maria_ressa)
CEO Rappler, Maria Ressa. (Instagram/@maria_ressa)

Lima tahun kemudian, Maria Ressa dilaporkan oleh Wilfredo atas berita tersebut karena dinilai tak sesuai standar jurnalistik.

Kasus ini pernah dibatalkan di tahun yang sama karena berada di luar undang-undang pembatasan namun Departemen Kehakiman kemudian mengizinkan kasus ini untuk dilanjutkan ke pengadilan.

Total, Rappler dan stafnya telah menghadapi setidaknya 11 penyelidikan pemerintah dan kasus-kasus pengadilan.

Kebebasan media di Filipina mengalami krisis di bawah pemerintahan Presiden Duterte yang pada 2016 lalu menyatakan kalimat sensional "Hanya karena Anda seorang jurnalis, Anda tidak dibebaskan dari pembunuhan."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI