Ketua BEM Uncen Dkk Dibui karena Dituduh Makar, Surya Anta: Ini Pesanan

Senin, 15 Juni 2020 | 16:13 WIB
Ketua BEM Uncen Dkk Dibui karena Dituduh Makar, Surya Anta: Ini Pesanan
Surya Anta Ginting (kaos warna putih dan tahanan lain setelah dibebaskan dari Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat pada Selasa (26/5/2020) hari ini. [Suara.com/Stephanus Aranditio]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Massa Solidaritas Pembebasan Papua menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, Senin (15/6/2020) hari ini. Aksi tersebut menuntut agar tujuh tahanan politik Papua dibebaskan tanpa syarat.

Eks Tapol Papua yang juga peserta aksi, Surya Anta Ginting mengatakan, unjuk rasa ini digelar untuk menuntut keadilan bagi para tahanan politik.

Tujuh tahanan tersebut adalah mantan Ketua BEM Universitas Cendrawasih Ferry Kombo, Presiden Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) Alex Gobay, Irwanus Urobmabin, Wakil Ketua II Badan Legislatif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Buchtar Tabuni, Ketua KNPB Mimika Steven Itlay, dan Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Kossay.

Surya Anta menilai, tuntutan Jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan beruntun pada 2 sampai 5 Juni 2020 di Pengadilan Negeri Balikpapan merupakan 'pesanan'. Para tahanan politik tersebut dituntut kurungan penjara bervariasi mulai dari 5 sampai 17 tahun dengan pasal makar.

Baca Juga: Mahasiswa Papua Demonstrasi saat Wabah Corona, Polisi Disemprot Disinfektan

"Kami melihat bahwa ini pesanan. Kami menduga ini pesanan tuntutan terhadap mereka. Kami minta hentikan pesanan semacam ini. Saya minta hakim untuk berani menerobos kecepatan pasal makar ini," kata Surya Anta di depan Gedung MA, Senin siang.

Surya Anta mencontohkan tuntutan terhadap Buchtar Tabuni. Saat terjadi aksi demostrasi rasisme di Papua, Buchar sedang berada di kebun dan tidak ikut dalam aksi.

Surya Anta menilai, pemerintah terkesan mencari-cari alasan untuk menangkap orang dan menjeratnya dengan pasal makar. Situasi semacam itu, lanjut Surya Anta, akan menciderai nilai-nilai demokrasi.

"Misalnya Buchar Tabuni, dia tidak terlibat dalam aksi demonstrasi, dia tetap dikenakan pasal makar dan dia ditangkap di kebunnya sendiri. Saya pikir pemerintah seperti mencari alasan untuk menangkap orang yang kemudian dikenakan pasal makar. Jika ini dibiarkan, demokrasi kita bisa berbahaya," jelasnya.

Dengan putusan tersebut, Surya Anta meminta hakim untuk segera membebaskan Buchtar Tabuni Cs tanpa syarat. Sebab, mereka tengah melawan rasisme, namun malah berakhir dengan pasal makar.

Baca Juga: Ada Demo Bebaskan 7 Tapol Papua di MA, Satu SKK Aparat TNI Dikerahkan

"Ketika ujaran kebencian seperti kata-kata monyet, kemudian dibalas dengan tuntutan JPU seperti itu. Saya minta hakim untuk membebaskan mereka tanpa syarat bahkan keluar dari cara berpikir etika antarlembaga kehakiman, pengadilan, dan juga kejaksaan. Karena kembali pada kebebasan berpendapat harus dilindungi sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia," beber dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI