Suara.com - Massa Solidaritas Pembebasan Papua, menggelar aksi unjuk rasa di Taman Aspirasi dan Mahkamah Agung Jakarta Pusat, Senin (15/6/2020).
Aksi tersebut untuk menuntut keadilan terhadap tujuh tahanan politik Papua yang didakwa melakukan makar, karena terlibat aksi anti rasisme di Kota Jayapura.
Pantauan Suara.com, massa aksi bergerak dari Taman Aspirasi menuju kawasan Gedung Mahkamah Agung (MA).
Massa aksi menggelar long march dan tetap mengedepankan protokol kesehatan ditengah pandemi corona covid-19.
Baca Juga: Ada Demo Bebaskan 7 Tapol Papua di MA, Satu SKK Aparat TNI Dikerahkan
Masing-masing dari para peserta aksi tetap melakukan jaga jarak aman. Para peserta aksi turut mengenakan masker dan sarung tangan plastik sebagai protap kesehatan di tengah pandemi covid-19.
Salah satu peserta aksi, Surya Anta Ginting mengatakan, aksi demonstrasi di tengah masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi, harus dilakukan.
Pasalnya, harus dengan cara apa lagi untuk menyuarakan keadilan bagi para para tahanan politik Papua.
"Teman-teman sudah memberikan surat pemberitahuan dan diterima. Kami menyadari aksi ini berlangsung ditengah pandemi covid. Tapi mau bagaimana lagi?" kata Surya Anta di depan Gedung MA, Jakarta Pusat, Senin siang.
"Ini cara yang harus kami ambil menembus situasi berbahaya, karena nasib kawan-kawan ini bagaimana? Dengan tuntutan 5-17 tahun penjara. Masak kami hanya menyerukan lewat media sosial? Menyuarakan lewat aksi di jalanan saja pemerintah tidak mau dengar. Kami harus mebgambil pilihan politik semacam ini di depan MA," jelasnya.
Baca Juga: Mahasiswa di Aceh Minta Jokowi Bebaskan 7 Tapol Papua
Surya Anta menyebut, tuntutan yang dijatuhkan pada tujuh tapol Papua, memantik Solidaritas Pembebasan Papua untuk turun ke jalan.
Lain cerita kalau ketujuh tapol Papua tersebut dibebaskan tanpa syarat, maka aksi di depan Gedung MA hari ini tidak bakal digelar.
"Tuntutan ini kemudian membuat kami bereaksi. Kalau teman-teman dibebaskan tentu kami tidak akan aksi di depan MA," beber Surya Anta.
Terpisah, Kapolsek Metro Gambir Komisaris Kadek Budiarta mengatakan, pihaknya telah menyiagakan sekitar 200 personel guna mengamankan aksi tetsebut. Jumlah itu merupakan gabungan dari jajaran Polri dan TNI.
Budi menyebut, di depan gedung Mahkamah Agung juga sudah ada personel yang berjaga.
"Personel kurang lebih 200. Polisi dan TNI. Kalau jajaran TNI dari koramil kemudian di MA ada satu SSK. Intinya kami harapkan aksi berjalan tertib dan lancar tidak ada gesekan," kata Budi di lokasi.
Budi menambahkan, pihaknya juga akan mengimbau para massa aksi untuk tetap menerapkan protokol kesehatan.
Pasalnya, aksi ini berlangsung pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi.
"Nanti kami sampaikan agar mereka jaga jarak. Memang penyebaran covid paling rentan adalah kerumunan dan tidak atur jarak. Mereka masih nunggu korlap, nanti kami sampaikan," sambungnya.
Untuk diketahui, ketujuh tapol tersebut mendapat tuntutan penjara dengan masa tahanan yang berbeda. Mantan Ketua BEM Universitas Cendrawasih Ferry Kombo (10 tahun); Presiden Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) Alex Gobay (10 tahun); Hengky Hilapok (5 tahun); dan, Irwanus Urobmabin (5 tahun).
Kemudian, Wakil Ketua II Badan Legislatif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Buchtar Tabuni (17 tahun); Ketua KNPB Mimika Steven Itlay (15 tahun); dan, Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Kossay (15 tahun).
Jaksa penuntut umum dalam persidangan beruntun pada 2 sampai 5 Juni 2020 di Pengadilan Negeri Balikpapan, menuntut mereka semua dengan 106 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Makar dalam aksi unjuk rasa di Kota Jayapura, Papua pada Agustus 2019 lalu, buntut tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.
Ketujuh tapol Papua itu kini dititipkan di Rutan Klas II B Balikpapan, Kalimantan Timur dari Papua dengan alasan keamanan, mereka menjalani proses peradilan dengan berkas yang berbeda satu sama lain di Pengadilan Negeri Balikpapan sejak Januari 2020 lalu.