Sistem Pendidikan Kurang Tekankan Kemajemukan, Rasisme Masih Marak

Sabtu, 13 Juni 2020 | 19:12 WIB
Sistem Pendidikan Kurang Tekankan Kemajemukan, Rasisme Masih Marak
Dua orang tahanan politik Papua, Dano Anes Tabuni dan Ambrosius Mulait membubuhkan tulisan “Sampah” pada tubuh mereka, saat mengikuti sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (17/2/2020) sore. [Suara.com/Stephanus Aranditio]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Akademisi dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Yoseph Yapi Taum menilai Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional kurang kondusif memberikan pelajaran soal rasisme dan kemajemukan, sehingga masih banyak terjadi perlakuan diskriminatif berdasarkan konsep ras di Tanah Air.

"Saya kira undang-undang sistem pendidikan kita juga kurang kondusif di dalam membuka keberagaman, di mana anak bisa menerima perbedaan, bukan hanya perbedaan tapi juga trust - memberikan kepercayaan terhadap orang yang berbeda," kata Yoseph Yapi Taum dalam sebuah diskusi daring bertajuk Meliput Rasisme di Papua yang digelar AJI Yogyakarta, Sabtu (13/6/2020).

Menurutnya, bangsa Indonesia harus melakukan perubahan agar isu rasisme tidak terus terjadi.

"Kita menginginkan perubahan terhadap bangsa kita agar kita tidak rasis dengan orang lain, terhadap orang Madura, terhadap orang China, terhadap Kristen, Islam terhadap orang ini itu enggak usah," ungkapnya.

Baca Juga: Mahasiswa Indonesia di Jerman: Lawan Rasisme dan Penindasan di Papua

Yoseph meminta agar proses pembelajaran membuat orang-orang di Indonesia sejak dini lebih bijaksana lagi dalam bersikap menghadapi perbedaan.

"Misalnya direfleksikan 10 menit mendalam 'oh itu ternyata hanya kulit doang, rambut itu hanya kulit saja tapi di dalamnya tiap manusia yang punya air mata dia punya kesedihan dan kerinduan lain-lain'. Kulitnya saja yang berbeda tapi di dalamnya mereka mempunyai harkat martabat yang harus kita hormati," tegas dia.

Diskusi uang digelar Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Yogyakarta ini turut hadir juga sebagai pembicara Victor Mambor sebagai Jurnalis Senior Papua, Latifah Anum Siregar sebagai Direktur Demokrasi untuk Papua dan Dr. Nino Viartasiwi sebagai Peneliti Papua.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI