Suara.com - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia dan BEM Fakultas Hukum UI mengajukan diri sebagai Amicus Curiae bagi tujuh tahanan politik Papua yang dituntut belasan tahun penjara. Pengajuan diri itu karena menganggap tujuh tapol Papua tersebut bukan mau melakukan makar.
Dalam sebuah berkas digital yang dibuatnya, BEM UI dan BEM FH UI menyatakan diri untuk menjadi Amicus Curiae bagi tujuh tapol Papua yang saat ini tengah diperkarakan di Balikpapan, Kalimantan Timur. Sebagai informasi, Amicus Curiae atau sahabat pengadilan itu menjadi pihak ketiga yang bisa memberikan informasi atau fakta-fakta hukum.
Tujuh tapol Papua itu bernama Stevanus Stevanus Itlay alias Steven Itlay, Hengki Hilapok alias Frengki Hilapok, Agus Kossay, Fery Kombo, Buchtar Tabuni, Alexander Gobay, dan Irwanus Uropmabin. Mereka dikenakan pasal tindak pidana makar.
Namun BEM UI dan BEM FH UI menolak apabila mereka malah dianggap melakukan makar ketika melakukan demonstrasi. Poin pertama mereka menganggap adanya kecenderungan aparat penegak hukum masih dilandasi bias rasial saat menangani perkara makar.
Baca Juga: Penyiram Novel Hanya 1 Tahun Penjara, Tahanan Politik Papua Kenapa Lama
"Segala perbuatan yang dilakukan oleh para terdakwa dalam aksi demonstrasi yang terjadi di Jayapura bukanlah merupakan suatu bentuk tindakan makar dengan maksud untuk memisahkan sebagian wilayah negara dari yang lain sebagaimana diatur dalam Pasal 106 KUHP," demikian tertulis dalam ringkasan Amicus Curiae yang dibuat BEM UI dan BEM FH UI yang dikutip Suara.com, Jumat (12/6/2020).
Kemudian tuntutan referendum yang dilakukan terdakwa juga dianggap mereka sudah sesuai dengan praktik ketatanegaraan dan juga sesuai dengan prinsip hukum internasional.
BEM UI dan BEM FH UI menganggap apa yang dilakukan tujuh tapol Papua itu bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dijamin UUD 1945 dan instrumen HAM internasional.
Oleh karena itu, BEM UI dan BEM FH UI berpendapat kalau tujuh tapol Papua tidak bisa dipidana dengan makar. Sehingga tujuh tapol Papua tersebut harus dinyatakan tidak terbukti melakukan perbuatan makar sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum dan dibebaskan dari segala tuntutan hukum.
"Kami memohon agar majelis hakim dapat menggali dan menemukan potensi adanya bias rasial yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam kasus-kasus ini," ujarnya.
Baca Juga: Penyiram Novel Dituntut 1 Tahun Penjara, Tahanan Politik Papua Kok Lama
"Kami juga memohon agar bahasan yang ada dalam amicus curiae ini dijadikan sebagai bahan diskusi oleh Majelis Hakim terkait yang menangani perkara ini serta menjadikannya sebagai pertimbangan dalam amar putusan yang akan dijatuhkan oleh Majelis Hakim."