Suara.com - Sejumlah polisi di Prancis menggelar unjuk rasa dengan melempar borgol ke jalan sebagai bentuk kemarahan atas label tolerir terhadap rasisme dan kebrutalan yang disematkan oleh masyarakat.
Menyadur BBC, aksi ini gelar di sejumlah kota di Prancis seperti Paris, Lille, Rennes, Bordeaux, hingga Toulouse mulai hari Kamis (10/6) dan berlanjut hingga Jumat (11/6).
Polisi berunjuk rasa dengan membuang borgol hingga berbaris di jalan, sambil membawa spanduk bertuliskan, "Tidak ada polisi, tidak ada kedamaian."
"Orang-orang berpikir bahwa polisi itu rasis, sedangkan di negara Prancis, kita memiliki orang-orang dari semua kelompok etnis, dan kita semua bekerja sama dengan baik," ujar salah satu polisi yang berunjuk rasa, Xavier Leveau.
Baca Juga: Kronologi Kerja Sama Ruben Onsu dengan Pemilik I Am Geprek Bensu
Protes tersebut juga merespon larangan penangkapan dengan metode 'mencekik' yang belum lama ini diterapkan pemerintah Prancis berkaca pada insiden kematian George Floyd.
Padahal dalam penangkapan, ujar Leveau, metode menekan leher penting untuk digunakan supaya memudahkan petugas meringkus dan memasang borgol.
Pun ia menyebut metode menekan leher yang digunakan oleh personel Prancis, tidak akan sama dengan yang dilakukan polisi yang meringkus George Floyd.
![Ilustrasi polisi. (Shutterstock)](https://media.suara.com/pictures/653x366/2014/11/10/o_196b9lagn3id17d1769rv9cg0a.jpg)
"Kami tidak akan menahannya selama delapan menit, kita akan menahannya hanya untuk (memasang) borgol, kami tidak memiliki teknik pengganti. Jadi bagaimana kami melakukannya hari ini?," katanya.
"Kami marah dengan pengumuman yang dibuat, di mana kami dicurigai, sedangkan di negara kami, polisi benar-benar mencerminkan citra penduduknya," imbuhnya.
Baca Juga: Pernikahan Diduga Sesama Jenis Gegerkan Warga, Kades Ngaku Kecolongan
Sebelumnya, warga Prancis turun ke jalan melayangkan protes dan menyebut kepolisian berperilaku rasis terhadap etnis minoritas. Aksi unjuk rasa ini dipicu oleh aksi massa untuk George Floyd yang sebelumnya meledak di Amerika Serikat.
Dalam unjuk rasa tersebut, warga Prancis juga menyorot tragedi yang menimpa Adama Traore, pria kulit hitam Prancis yang meninggal dalam operasi polisi 2016 silam, serta Gabriel, bocah 14 tahun yang menderita luka serius setelah ditangkap karena dicurigai melakukan pencurian pada akhir Mei lalu.
Menanggapi aksi protes mengkritik kinerja kepolisian ini, pemerintah Prancis pada Senin (8/6) menerapkan aturan yang melarang petugas polisi menangkap dengan metode 'mencekik'.
Menteri Dalam Negeri Prancis Christophe Castaner berjanji tidak akan memberikan toleransi kepada penegak hukum dan petugas yang melakukan tindakan rasis.
Castaner mengatakan, terlalu banyak petugas yang gagal dalam menjalankan tugas dalam beberapa pekan terakhir."Kita harus melacak dan memeranginya."
Sementara Pengawas Polisi Prancis menyebutkan telah menerima hampir 1.500 pengaduan terkait kinerja kepolisian tahun lalu. Setengah dari aduan tersebut adalah kekerasan yang dilakukan personel polisi.