Suara.com - Ketua KPK Firli Bahuri akhirnya angkat bicara terkait tuntutan satu tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap pelaku dua anggota polisi penyerang penyidik senior KPK, Novel Baswedan.
Dua anggta Brimob itu dianggap telah terbukti melakukan penganiayaan terhadap Novel. Namun, banyak pihak menyebut bahwa hukuman yang diberikan terhadap pelaku cukup ringan.
Firli pun hanya menjawab simpel dan menyerahkan seluruh proses hukum kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
"Prinsipnya adalah kami sebagai negara hukum, kita akan ikuti proses hukum itu," kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (2/6/2020).
Baca Juga: Tuntutan 1 Tahun Polisi Peneror Novel, Samad: Mestinya Pimpinan KPK Protes
Firli juga berharap kepada majelis hakim agar bisa menjatuhkan vonis dengan adil.
"Nanti kami harapkan hakim memberikan keputusan seadil-adilnya," kata dia.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette satu tahun penjara. Dua personel Brimob itu dinilai terbukti bersalah secara bersama-sama melakukan tindak pidana penganiayaan berat sebgaimana Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1).
Dalam sidang yang digelar Kamis kemarin, jaksa Ahmad Patoni menjelaskan pertimbangan pihaknya menuntut Ronny dan Rahmat hanya satu tahun bui.
Ahmad berdalih berdasarkan fakta persidangan, kedua terdakwa tidak terbukti memiliki niat atau adanya unsur kesengajaan untuk melukai Novel sebagaimana dalam Pasal 355 KUHP.
Baca Juga: Abraham Samad: Pelaku Teror Air Keras Novel Harusnya Dituntut Maksimal!
"Jadi gini Pasal 355 dia harus mempersiapkan untuk melukai orang itu sudah ada niat dari awal. Sedangkan di fakta persidangan dia tidak ada niat untuk melukai," ujar Ahmad di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6/2020) kemarin.
Ahmad lantas mengemukakan bahwa berdasar fakta persidangan diketahui bahwa kedua terdakwa disebutnya hanya ingin memberikan pelajaran kepada Novel. Hal itu dilakukan lantaran Novel dianggap sebagai orang yang lupa terhadap institusi Polri.
"Kemudian ketika dia ingin melakukan pelajaran penyiraman (air asam sulfat H2SO4) ke badannya (Novel) ternyata mengenai mata, maka kemudian pasal yang tepat adalah di Pasal 353, perencanaan, penganiyaan yang mengakibatkan luka berat," tutur Ahmad.
"Berbeda dengan Pasal 355, kalau Pasal 355 dari awal sudah mentarget dan dia lukai tuh sasarannya. Sedangkan ini dia tidak ada untuk melukai," imbuhnya.