Perjalanan Kasus Novel Baswedan sampai Eksekutor Dituntut 1 Tahun

Jum'at, 12 Juni 2020 | 15:47 WIB
Perjalanan Kasus Novel Baswedan sampai Eksekutor Dituntut 1 Tahun
Penyidik KPK Novel Baswedan memberi kata sambutan di hari pertama masuk kerja pasca kasus penyiramannya di Gedung KPK, Jumat (27/7). 16 Bulan pasca kasus penyiraman air keras yang terjadi kepada penyidik KPK Novel Baswedan, KPK mendesak agar Presiden membuat segera Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menuntaskan kasus yang terjadi kepada Novel Baswedan yang sampai sekarang belum terealisasikan. [suara.com/Muhaimin A Untung]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Eksekutor penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan dituntut 1 tahun penjara. Tuntutan tersebut dinilai tak sebanding dengan dampak yang diterima oleh Novel. Untuk kembali mengingatkan, ini perjalanan kasus penyiraman air keras Novel Baswedan!

Kasus Novel Baswedan menjadi salah satu kasus teror yang menyita perhatian publik. Aksi teror tersebut menyebabkan mata Novel rusak.

Aksi penyiraman terjadi pada 11 April 2017 lalu. Saat itu, Novel hendak pulang usai menunaikan salat Subuh di Masjid Al Ihsan yang tak jauh dari kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Saat berjalan dari masjid menuju kediamannya yang hanya berjarak 4 rumah dari masjid tersebut, ada dua orang pria tak dikenal mendekati Novel. Keduanya langsung menyiram suatu cairan ke arah wajah Novel.

Baca Juga: JPU: Fakta Persidangan Tak Ungkap Aktor Lain di Balik Penyiraman Novel

Sontak, Novel mengerang kesakitan sehingga langsung dilarikan ke RS Mitra Keluarga Kelapa Gading. Cairan kimia tersebut masuk ke dalam mata hingga Novel terancam buta.

Ia sempat dirujuk ke RS Jakarta Eye Center Jakarta, kemudian dibawa ke Singapura untuk mendapatkan penanganan intensif.

Sebar Sketsa Eksekutor

Empat bulan kemudian tepatnya pada 24 November 2017, polisi menyebarkan sketsa wajah kedua terduga pelaku. Sketsa tersebut didapatkan dari keterangan saksi yang melihat kejadian.

Dalam kasus tersebut, ada sebanyak 66 orang saksi yang telah diperiksa selama kurang lebih 3 bulan setelah kejadian. Dari hasil pemeriksaan tersebut mengerucut kepada sketsa wajah yang akhirnya dibuat.

Baca Juga: Penyerang Novel Baswedan Dituntut 1 Tahun, Amnesty: Keadilan Dicederai

Meski sketsa telah disebar, perkembangan kasus Novel belum juga menunjukkan kemajuan. Pelaku penyiraman belum juga berhasil ditangkap dan kasus tersebut justru jalan ditempat selama setahun lamanya.

Tiga penyidik menjadi saksi kasus tindak pidana korupsi pengadaan pekerjaan KTP elektronik (E-KTP) dengan terdakwa Sugiharto dan Irman di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (27/3).
Novel Baswedan sebelum mendapatkan teror penyiraman air keras

Isu Keterlibatan Jenderal Polisi

Dalam sebuah wawancara, Novel menyebut adanya sosok jenderal yang menjadi dalang penyiraman air keras. Meski demikian, Novel tak menyebut siapa sosok jenderal tersebut.

"Saya mempunyai keyakinan dan dugaan kuat beberapa kejadian (teror KPK) pelakunya sama. Maksudnya oknum Polri yang terlibat jenderalnya sama," kata Novel di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Minggu (17/6/2018).

Bentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF)

Dua tahun berselang setelah kasus bergulir, Kapolri yang saat itu dijabat oleh Jenderal Tito Karnavian membentuk Tim Pencari Fakta. Tugas utama tim tersebut adalah menyelidiki kasus dan mencari siapa pelakunya.

Tim tersebut diketuai oleh Kapolda Metro Jaya yang saat itu dijabat oleh Irjen Idham Aziz dengan penanggung jawab Tito. Tim tersebut dibentuk pada 8 Januari 2019.

Penyidik KPK Novel Baswedan bersiap menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan menghalangi proses penyidikan perkara korupsi dengan terdakwa Lucas di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (10/1)
Penyidik KPK Novel Baswedan bersiap menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan menghalangi proses penyidikan perkara korupsi dengan terdakwa Lucas di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (10/1)

Berangkat dari pengakuan Novel mengenai keterlibatan jenderal, TGPF kasus Novel Baswedan memeriksa sejumlah perwira Polri berpangkat jenderal bintang tiga. Meski demikian, dari pemeriksaan tersebut belum juga menemukan titik terang.

"Jenderal aktif, semua kami periksa. Kami betul-betul bekerja independen. Kami enggak ada rasa takut," ungkap anggota TGPF, Hermawan Sulistyo, Selasa (9/7/2019).

Tudingan Merekayasa Kasus

Dua tahun lebih kasus Novel berada dalam kegelapan. Mata kiri Novel mengalami cacat permanen akibat insiden penyiraman air keras.

Novel justru dituding telah merekayasa kasus tersebut. Politisi PDIP Dewi Tanjung melaporkan Novel ke polisi atas tuduhan penyebaran berita bohong terkait teror air keras.

Politikus PDIP Dewi Tanjung sesuai diperiksa polisi terkait rekayasa kasus penyiraman air keras yang dituduhkan ke penyidik KPK Novel Baswedan. (Suara.com/Arga).
Politikus PDIP Dewi Tanjung sesuai diperiksa polisi terkait rekayasa kasus penyiraman air keras yang dituduhkan ke penyidik KPK Novel Baswedan. (Suara.com/Arga).

Dewi menuding bila Novel hanya berpura-pura terkena air keras dan mata yang luka hanyalah rekayasa semata. Ia merasa ada yang janggal dengan kondisi Novel setelah tersiram air keras.

"Ada beberapa hal yang janggal dari rekaman CCTV, yakni dari bentuk luka, dari perban, kepala yang diperban tapi tiba-tiba mata yang buta. Faktanya kulit Novel nggak apa-apa, hanya matanya. Yang lucunya kenapa hanya matanya sedangkan kelopaknya, semua tidak (rusak)," ungkap Dewi, Rabu (6/11/2019).

Novel enggan memberikan banyak tanggapan atas tudingan dari Dewi. Ia justru prihatin dengan sikap Dewi tersebut.

Eksekutor Ditangkap

Dua orang yang berperan sebagai eksekutor penyiraman air keras terhadap Novel ditangkap pada Kamis (26/12/2019) malam. Kedua pelaku berinisial RB dan RM, anggota kepolisian aktif.

Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Argo Yuwono mengatakan, satu dari dua tersangka kasus teror terhadap Novel Baswedan, berperan sebagai penyiram air keras kepada penyidik senior KPK tersebut.

Argo mengungkapkan, tersangka RB menjadi pelaku penyiraman. Sementara tersangka RM menjadi pengendara motor.

9 Kejanggalan Persidangan

Tim advokasi Novel Baswedan menyebut adanya sembilan kejanggalan selama persidangan penyiraman air keras ke wajah penyidik senior KPK itu.

Tim advokasi Novel sejak awal turut memantau jalannya persidangan dan ditemukan berbagai kejanggalan, yakni:

Pertama, dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dianggap menutup pengungkapan kepada aktor intelektual. Pasalnya, pengusutan hanya sampai pelaku di lapangan hingga hukuman ringan terhadap pelaku Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette.

Kemudian, Novel disiram air keras hanya sebagai korban dalam kasus penganiayaan biasa. Tanpa dilihat ada kaitannya kerja Novel di KPK dalam penanganan kasus-kasus korupsi besar.

Satu dari dua tersangka penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. (Suara.com/Novian)
Satu dari dua tersangka penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. (Suara.com/Novian)

Kedua, jaksa tak memperlihatkan sebagai representasi negara yang mewakili kepentingan korban. Namun, malah membela kepentingan para terdakwa. Sampai, Novel disebut bukan disiram dengan air keras, tapi disiramkan air aki.

Ketiga, majelis hakim PN Jakarta Utara terlihat pasif dan tidak objektif untuk mencari rangkaian peristiwa secara utuh. Khususnya fakta sebelum penyerangan un

Keempat, terdakwa mendapatkan bantuan hukum dari institusi Polri yang turut perlu dipertanyakan. Meski dua terdakwa merupakan anggota polisi aktif. Namun, mereka telah mencoreng Polri dan tugas serta kewajiban Polisi dalam UU Kepolisian.

Kelima, adanya dugaan manipulasi sejumlah barang bukti di persidangan. Dari CCTV di lokasi penyerangan air keras dan dugaan intimidasi penyidik terhadap para saksi penting hingga tak dapat mengindentifikasi sidik jari botol yang digunakan pelaku menyiram air keras.

Keenam, jaksa dianggap terus mengaburkan fakta dan terus mengarahkan dalam dakwaan bahwa Novel hingga mengalami buta dalam kasus itu bukan disiram dengan air keras.

Salah satu tersangka kasus penyiraman penyidik senior KPK Novel Baswedan digiring oleh aparat usai menjalani pemeriksaan di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (28/12).[Suara.com/Angga Budhiyanto]
Salah satu tersangka kasus penyiraman penyidik senior KPK Novel Baswedan digiring oleh aparat usai menjalani pemeriksaan di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (28/12).[Suara.com/Angga Budhiyanto]

Ketujuh, dalam persidangan adanya oknum tertentu untuk mengangkat kasus kriminalisasi Novel dalam kasus pencurian sarang burung wallet di Bengkulu. Untuk mengaburkan fokus pengungkapan kasus penyerangan air keras selama proses peradilan berjalan.

Kedelapan, adanya alat bukti saksi yang dihilangkan dalam persidangan. Berkas BAP-nya diduga dihilangkan dan tidak diikutkan dalam berkas pemeriksaan persidangan oleh jaksa.

Kejanggalan terakhir, pemeriksaan saksi korban di Pengadilan 30 April 2020, Ruang pengadilan dipenuhi oleh aparat Kepolisian dan orang-orang yang nampak dikoordinasikan untuk menguasai ruang persidangan.

Terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap peyidik senior KPK Novel Baswedan, Ronny Bugis (kiri) dan Rahmat Kadir Mahulette (kanan) mengikuti sidang tuntutan secara virtual di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap peyidik senior KPK Novel Baswedan, Ronny Bugis (kiri) dan Rahmat Kadir Mahulette (kanan) mengikuti sidang tuntutan secara virtual di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

Eksekutor Dituntut 1 Tahun

JPU menuntut terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette satu tahun penjara. Dua personel Brimob itu dinilai terbukti bersalah secara bersama-sama melakukan tindak pidana penganiayaan berat sebagaimana tercantum dalam Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1).

Dalam sidang yang digelar Kamis kemarin, jaksa Ahmad Patoni menjelaskan pertimbangan pihaknya menuntut Ronny dan Rahmat hanya satu tahun bui.

Ahmad berdalih berdasarkan fakta persidangan, kedua terdakwa tidak terbukti memiliki niat atau adanya unsur kesengajaan untuk melukai Novel sebagaimana dalam Pasal 355 KUHP.

Ahmad lantas mengemukakan bahwa berdasar fakta persidangan diketahui bahwa kedua terdakwa disebutnya hanya ingin memberikan pelajaran kepada Novel. Hal itu dilakukan lantaran Novel dianggap sebagai orang yang lupa terhadap institusi Polri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI