Suara.com - Mantan Pimpinan KPK Laode M. Syarief angkat bicara soal tuntutan ringan dari jaksa penuntut umum terhadap dua polisi Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette yang menjadi terdakwa kasus teror air keras yang menimpa Novel Baswedan.
Laode menganggap tuntutan satu tahun penjara tersebut sangat absurd.
"Tidak dapat diterima akal sehat," kata Laode saat dikonfrimasi, Jumat (12/6/2020).
Laode pun mencontohkan kasus Novel dengan kasus Habib Bahar Bin Smith yang terbukti melakukan penganiayaan terhadap dua remaja. Bahar dituntut enam tahun penjara. Namun, kasus Novel yang sempat menjadi sorotan International dan hampir empat tahun tidak terbongkar, ternyata pelaku anggota brimob aktif hanya dituntut satu tahun penjara.
Baca Juga: DPR: Tuntutan 1 Tahun Terlalu Ringan Tak Sebanding Penderitaan Novel
Laode menyebut persidangan yang selama ini dijalani dalam kasus penyiraman air keras hanya sandiwara.
"Bandingkan saja dengan penganiayaan Bahar Bin Smith. Saya melihat pengadilan ini sebagai ‘panggung sandiwara’," kata dia.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette satu tahun penjara. Dua personel Brimob itu dinilai terbukti bersalah secara bersama-sama melakukan tindak pidana penganiayaan berat sebgaimana Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1).
Dalam sidang yang digelar Kamis kemarin, jaksa Ahmad Patoni menjelaskan pertimbangan pihaknya menuntut Ronny dan Rahmat hanya satu tahun bui.
Ahmad berdalih berdasarkan fakta persidangan, kedua terdakwa tidak terbukti memiliki niat atau adanya unsur kesengajaan untuk melukai Novel sebagaimana dalam Pasal 355 KUHP.
Baca Juga: JPU: Fakta Persidangan Tak Ungkap Aktor Lain di Balik Penyiraman Novel
"Jadi gini Pasal 355 dia harus mempersiapkan untuk melukai orang itu sudah ada niat dari awal. Sedangkan di fakta persidangan dia tidak ada niat untuk melukai," ujar Ahmad di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Ahmad lantas mengemukakan bahwa berdasar fakta persidangan diketahui bahwa kedua terdakwa disebutnya hanya ingin memberikan pelajaran kepada Novel. Hal itu dilakukan lantaran Novel dianggap sebagai orang yang lupa terhadap institusi Polri.
"Kemudian ketika dia ingin melakukan pelajaran penyiraman (air asam sulfat H2SO4) ke badannya (Novel) ternyata mengenai mata, maka kemudian pasal yang tepat adalah di Pasal 353, perencanaan, penganiyaan yang mengakibatkan luka berat," tutur Ahmad.
"Berbeda dengan Pasal 355, kalau Pasal 355 dari awal sudah mentarget dan dia lukai tuh sasarannya. Sedangkan ini dia tidak ada untuk melukai," imbuhnya.