Suara.com - Pembungkaman kembali terjadi terhadap ruang berpendapat dan berekspresi. Kali ini teror dan intimidasi terjadi terhadap dua jurnalis pers mahasiswa Teknokra Universitas Lampung (Unila) diduga terkait diskusi isu rasisme dan pelanggaran hak asasi manusia/HAM Papua.
Dua jurnalis pers mahasiswa Teknokra Unila itu adalah Chairul Rahman Arif sebagai Pemimpin Umum dan Mitha Setiani Asih selaku Pemimpin Redaksi. Mereka diteror dan akun media sosialnya diretas.
Atas kasus itu, Koalisi Pembela Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi Lampung, yang terdiri dari LBH Bandar Lampung, AJI Bandar Lampung, Teknokra Unila, Aliansi Pers Mahasiswa Lampung, dan LBH Pers Lampung mengecam tindakan kekerasan tersebut.
"Kami mengecam keras teror terhadap jurnalis mahasiswa Teknokra Unila. Diskusi yang akan digelar Teknokra merupakan bentuk kebebasan berpendapat yang seharuanya didukung dan dilindungi," kata Hendry Sihaloho, Ketua AJI Bandar Lampung dalam keterangan pers, Kamis (11/6/2020).
Baca Juga: Putri Papua Orasi di Aksi Anti Rasis Australia: Kami Alami Tragedi Floyd
Kasus ini bermula, pada Rabu (10/6) sekitar pukul 13.00 WIB, Chairul mendapat telpon dari nomor tidak dikenal mengatasanakan alumni Unila sebanyak 12 kali panggilan.
Penelpon itu menanyakan lokasi diskusi isu papua. Namun dia tak menjelaskan identitas lengkapnya. Chairul pun menganjurkan penelpon mengikuti acara sesuai jadwal yang ada di pamflet.
Selang beberapa menit kemudian, Wakil Rektor III Unila, Yulianto meminta Chairul menemuinya. Yulianto meminta agar menunda diskusi atau menambah pembicara dari kalangan akademisi. Namun, Chairul bersama teman-temannya pengurus Teknokra memutuskan tetap melanjutkan diskusi pada Kamis (11/6/2020) malam dengan narasumber yang sudah dikorfirmasi.
Kemudian, pada pukul 19.39 malamnya Pemimpin Redaksi Teknokra, Mitha Setiani Asih mendapatkan pesan kode OTP di akun Go-jek pribadinya. Tiba-tiba pesan WhatsApp masuk dari driver Go-jek.
Awalnya Mitha tak menyangka pesan itu dari Go-jek. Ia kira hanya nomor orang yang iseng. Namun telpon pintar Mitha terus berdering dari driver Gojek.
Baca Juga: AII: Stop Diskriminasi dan Intimidasi Warga Serta Aktivis HAM Papua
Sejak itu ia baru menyadari bahwa akun di aplikasi Go-jeknya diretas. Saat Mitha membuka aplikasi Go-jek, puluhan pesanan go-jek sudah muncul di fitur pesanan, bahkan pesanan tersebut tidak bisa dibatalkan.