Suara.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menilai ekonom senior Rizal Ramli adalah tokoh yang memiliki intelektual tinggi. Ngabalin menyebut Rizal Ramli juga memiliki pengalaman sebagai seorang ekonom yang sudah tidak diragukan lagi.
"Rizal Ramli seorang tokoh ekonomi yang tidak diragukan kapasitasnya, mari saya kira sebagai adik, saya kira ini harus bisa menjadi perhatian kita semua, umpamanya pak Rizal RamlI," ujar Ngabalin saat dihubungi Suara.com, Kamis (11/6/2020).
Pernyataan Ngabalin menanggapi soal ekonom senior Rizal Ramli yang menjawab tantangan debat dari Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Sebelumnya Luhut menantang pihak-pihak yang mengkritisi utang negara untuk bertemu dengannya.
Baca Juga: Keinginan Garuda Indonesia Perpanjang Masa Utang Sukuk Direstui
Ngabalin menyebut seharusnya Rizal Ramli mengetahui kalau pemerintah Indonesia sudah memiliki utang sebelum pemerintahan era Presiden Jokowi. Terlebih Rizal Ramli pernah berada di kabinet Jokowi.
"Sebetulnya memang harus di berikan penjelasan umpamanya bagi pak Rizal Ramli masa sih Pak Rizal nggak tahu kalau Pak Jokowi masuk di pemerintahan Jokowi itu emang negara tidak punya utang emang pemerintah tidak hutang sebelumnya," kata Ngabalin.
"Jadi kalau hari ini pak Rizal Ramli bilang Rp 5 ribu triliun selama utang Pak Jokowi. Ah masa sih Pak Rizal Ramli enggak tahu ah kalau negara Indonesia ini sudah punya utang dari pemerintah sebelumnya," Ngabalin menambahkan.
Dalam debat nanti, Ngabalin meminta harus dijelaskan bahwa penyerapan anggaran yang dilakukan pemerintah Jokowi jelas. Ia mengklaim tidak ada proyek yang mangkrak selama pemerintahan Jokowi.
"Memang (Rizal Ramli), harus diberitahu bahwa penyerapan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah itu kan jelas, lokasi lokasi nya jelas, tidak ada ada kegiatan proyek yang mangkrak sampai dengan miliaran triliun segala macam," ucap dia.
Baca Juga: Ekonom Faisal Basri Tuding Dana Talangan Buat BUMN untuk Bayar Utang
Selain itu ia meminta semua pihak untuk menjauhkan halusinasi ataupun post power syndrome di tengah pandemi Covid-19