Kepala Dinas Kominfo Sumbar, Jasman, menganggap Injil berbahasa Minang itu mengganggu kondusivitas masyarakat di daerahnya. Ia menuduh ada niat 'kristenisasi' warga Sumbar di balik aplikasi tersebut.
"Orang Sumbar falsafah hidupnya sudah pasti. Artinya tidak ada kitab suci lain di Sumbar selain Alquran," ujar Jasman via telepon.
"Aplikasi kitab berbahasa Minang itu mengobok-obok falsafah hidup masyarakat Minangkabau. Saya yakin ini provokasi. Itu ingin membawa orang Sumbar masuk ke agama tertentu," tuturnya.
Namun sebenarnya ada pula penilaian yang berbeda di masyarakat setempat. Andri, warga keturunan Minangkabau di Padang, mengaku tak terusik dengan Alkitab yang diterjemahkan ke bahasa daerahnya.
Baca Juga: Komentari Aplikasi Injil Bahasa Minang, Ade Armando Dilaporkan ke Polisi
"Tidak masalah, mau bahasa apapun. Di Arab juga ada Injil berbahasa Arab. Persoalannya, kenapa di sana tidak dikomplain, tapi di Sumbar dipermasalahkan? Itu harus jadi dasar pemikiran," ucapnya kepada Albert, wartawan di Padang yang melaporkan untuk BBC Indonesia.
Warga keturunan Minangkabau lainnya, Jamal, sependapat, walau memahami penolakan yang dinyatakan sebagian kelompok adatnya.
"Menurut saya sebenarnya tidak ada masalah, kan ada di daerah ini yang beragama Kristen. Tapi falsafah itulah yang menjadi dasar penolakan," ujar Jamal.
Adapun, sejumlah umat Kristiani di Sumbar menolak mengomentari pro dan kontra ini.
Sementara itu, pendeta GPIB Efrata di Padang, Julianus Yermias Kaimareh, mengaku heran aplikasi Injil berbahasa Minang menjadi kontroversi. Alasannya, kata dia, Injil berbahasa Minang versi cetak selama ini tidak pernah dipersoalkan.
Baca Juga: Soal Polemik Injil Bahasa Minang, Gubernur Irwan Bandingkan Dengan Nyepi
Julianus menilai tudingan 'kristenisasi' berlebihan. Ia berkata, Alkitab yang diterjemahkan ke dalam bahasa daerah selama ini hanya digunakan di kalangan umat Kristiani.