Kasus kejahatan melalui aplikasi Michat bukan barang baru di Jakarta.
Jingga sudah tidak lagi muda. Usianya sudah menginjak kepala empat. Dia sudah menyandang status ibu-ibu karena anaknya sudah dua. Dia bahkan sudah berstatus janda seusai diceraikan oleh suaminya beberapa tahun lalu.
Kepada setiap tamu yang ingin bermain seks, Jingga selalu memberi sedikit ciri-ciri tentang dirinya. Tubuh yang gemuk karena pil KB, kulit yang tidak lagi kencang, hingga usianya yang tidak lagi muda.
Jingga juga biasa meminta pelanggannya untuk membayar uang secara tunai. Alasannya sepele, dia tidak punya kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Biasanya, setelah kegiatan seks berakhir, Jingga baru memegang uang.
Baca Juga: Polisi Peneror Air Keras Dituntut 1 Tahun, Kubu Novel: Peradilan Sandiwara!
Dia biasa membuka harga di angka Rp500 ribu untuk dua kali permainan. Namun, angka tersebut masih bisa ditawar sepanjang hal itu masuk akal bagi Jingga.
"Mas boleh nego. Jujur saja, asal tidak terlalu parah negonya," kata Jingga saat berbincang dengan Suara.com.
Pelanggan jasa seks berbayar beragam. Mereka bisa datang dari usia muda hingga tua. Sopan dan brengsek. Di aplikasi Michat, kenyataan-kenyataan seperti itu bisa dijumpai. Sebagai orang yang terlanjur basah di dunia itu, Jingga sudah mengerti betul ciri-ciri pelanggan yang hendak memakai jasanya.
Jingga bercerita, kebanyakan pelanggannya adalah masyarakat kelas menengah ke bawah. Kelas yang ingin merasakan kenikmatan seks dengan kocek yang tidak terlalu mahal.
Jingga pun mengaku pernah mendapat seorang tamu berusia 18 tahun. Rasanya seperti berhadapan dengan anak sendiri, kata Jingga.
Baca Juga: 2 Polisi Penyiram Air Keras Dituntut 1 Tahun Bui, Novel Baswedan Murka!
Jingga juga sering berhadapan dengan calon pelanggan brengsek. Mereka biasanya menawar harga dengan nominal yang murah atau hanya modus belaka. Banyak calon pelanggan yang sudah membikin janji dengan Jingga untuk bermain seks namun hilang tanpa kabar.