Suara.com - Netizen di media sosial ramai membahas mengenai Rancangan Undang-undang tentang Larangan Minuman Beralkohol yang menjadi usulan inisiatif DPR RI. Banyak di antara mereka tidak setuju atas RUU tersebut.
Sebagaimana diketahui, RUU itu sendiri masuk dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2020-2024 di DPR RI.
Sementara itu, di Twitter ramai perbincangan mengenai draf RUU Larangan Minuman Beralkohol. Tidak sedikit dari mereka yang mengoreksi kesalahan penulisan kata di dalam draf yang mereka unggah.
Seperti yang dicuit oleh akun @UGMBergerak milik Aliansi Mahasiswa UGM. Akun tersebut mempertanyakan ke DPR ihwal kata-kata yang digunakan dalam draf RUU.
Baca Juga: RUU Ciptaker Dibahas Secara Terbuka, Baleg Sayangkan Walhi Tak Hadir
"Halo @DPR_RI, mau nanya ini draft RUU Minol (Minuman Beralkohol) istilah agama cuma mengacu ke agama mayoritas ya? Terus religious itu typo atau memang mau sok keinggrisan? Terus kata-kata 'tidak sedikit' kan rancu ya, karena subjektif apa yang disebut sedikit atau banyak....," tulis akun @UGMBergerak seperti dikutip Suara.com, Kamis (11/6/2020).
Koreksi atas penulisan draf RUU Larangan Minuman Beralkohol yang dianggap asal-asalan juga dilakukan oleh netizen lainnya.
"Orang2 ini bikin ruu minuman beralkohol tapi naskahnya kacaw & asal-asalan kaya gini. Jangan-jangan mereka bikin ruu anti alkohol tapi sedang di bawah pengaruh alkohol juga?," tulis akun @danielkalangie.
Akun Twitter @aparatmati juga menyoroti penggunaan judul RUU yang ia anggap merupakan upaya mengehentikan perdagangan dan konsumsi mibuman beralkohol di Indonesia. Ia juga turut mencantumkan link untuk mengunggah draf RUU Larangan Minuman Beralkohol berformat pdf.
"Draft RUU Larangan Minuman Beralkohol (RUULMB) dari judulnya saja sudah jelas mau menghentikan penjualan dan pengkonsumsian minuman beralkohol. kalau baca Bab III & Bab IV masih belum jelas sih. kalau nggak salah RUU ini sudah ada sejak 2016 atau 2017," ujarnya.
Baca Juga: Mahfud MD Undang Serikat Buruh Bahas RUU Ciptaker di Tengah Pandemi