Suara.com - Jepang memilih tidak ikut bergabung untuk 'menyalahkan' China dalam kasus kerusuhan di Hong Kong. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari perselihan antara Jepang dan China.
Menyadur The Japan Times, Jepang tidak ikut bergabung dengan Amerika Serikat, Inggris, dan lainnya yang mengeluarkan pernyataan untuk mengutuk China karena akan memberlakukan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong.
Keputusan Tokyo telah diterima oleh Washington namun dengan sedikit kecewa. Tindakan tersebut dianggap sebagai tindakan penyeimbang yang sulit untuk Jepang.
Menurut salah satu pejabat yang terlibat yang mengkritik pemerintah China mengaku sedikit kecewa dengan keputusan pemerintah Jepang.
Baca Juga: Ngidam, Rianti Cartwright Minta Suami ke Jepang Beli Makanan Ini
"Jepang mungkin lebih fokus pada hubungannya dengan China. Tapi, jujur saja, kami kecewa," kata pejabat tersebut dikutip dari The Japan Times.
Meningkatnya ketegangan antara China dan Amerika Serikat tentang masalah Hong Kong juga dapat mempersulit rencana Jepang untuk menerima Presiden Xi Jinping sebagai tamu negara. Belum ada tanggal yang ditetapkan setelah kunjungan ditunda akibat pandemi virus corona.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, mengecam keras pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh AS dan rekan-rekannya di 'Five Eyes'.
Dalam konferensi pers pada 29 Mei, ia menyebutkan bahwa "komentar dan tuduhan yang tidak beralasan yang dibuat oleh negara-negara terkait merupakan gangguan serius pada urusan Hong Kong dan urusan dalam negeri China."
Dia juga mengeluarkan peringatan terselubung ke Tokyo untuk menjauhkan diri dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropa dalam menangani masalah-masalah sensitif. Ia mengatakan Beijing berharap "pihak Jepang akan menciptakan kondisi dan suasana yang sehat" untuk mewujudkan kunjungan Xi Jinping ke Jepang.
Baca Juga: Modifikasi Unik Honda CS-1 di Indonesia, Warganet: Insinyur Jepang Bangga
Di bawah kebijakan 'satu negara, dua sistem' China, Hong Kong dijanjikan akan memiliki hak dan kebebasan wilayah semi-otonom selama 50 tahun setelah dikembalikan oleh Inggris ke pemerintahan China pada tahun 1997. Undang-undang keamanan yang akan diterapkan China dikhawatirkan akan mengikis hak tersebut di wilayah Hong Kong.