Siapa yang Lebih Dulu Bisa Dapat Vaksin Covid-19 Kalau Sudah Ditemukan?

Reza Gunadha Suara.Com
Selasa, 09 Juni 2020 | 18:52 WIB
Siapa yang Lebih Dulu Bisa Dapat Vaksin Covid-19 Kalau Sudah Ditemukan?
[ABC Indonesia]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

"Teorinya, Anda bisa melakukan pengetesan 20.000 vaksin dan 10.000 placebo sehingga tidak ada yang tahu apa yang mereka dapatkan saat dites," kata Profesor Jonathan Moreno.

"Dan kita bisa melihat hasilnya dalam enam, delapan, atau 10 bulan setelahnya. Tetapi dunia ini tidak mau menunggu selama itu."

Profesor Jonathan mengatakan, ada cara untuk menghindarinya karena beberapa laboratorium yang melibatkan pengetesan pada binatang dan manusia secara simultan bisa mempercepat proses penemuan vaksin, meskipun penuh kontroversi.

"Anda mungkin mau mengetes vaksin ini pada hewan lebih dulu sebelum mengetesnya pada manusia. Namun kita memiliki jadwal yang sedemikian rupa ketat sehingga kita melakukannya secara paralel pada hewan dan manusia," katanya.

Baca Juga: Jika Vaksin Ditemukan Ekonomi Indonesia Bisa Bangkit, Tapi Kapan?

Apa pun jalan yang dipilih, menurut para ahli, kita sudah akan bisa melihat vaksin ini diluncurkan pada akhir tahun 2020 atau awal 2021.

"Kemungkinan akan ada vaksin, yang dilihat dari tingkat keamanannya, sudah bisa diterima oleh banyak orang pada akhir tahun ini. Jadwalnya memang sangat cepat, dan semua orang setuju akan hal itu," kata Profesor Jomathan.

Mungkinkah ada vaksin 'kejutan'?

Karena banyak tempat di dunia sudah berhasil meratakan kurva pandemi covid-19, mungkin dalam waktu dekat tidak akan lagi virus yang secara alamiah akan menulari manusia.

Beberapa pendapat mengatakan, kita bisa melakukan penelitian tantangan yang kontroversial, yakni dengan secara sengaja menularkan para sukarelawan dengan virus tersebut.

Baca Juga: Pakar: Vaksin Covid-19 di China Akan Tersedia Kisaran September

"Saya pikir ada kekhawatiran serius dengan melakukannya, jika dilihat dari sisi keselamatan, risiko, dan pertanyaan etis," kata Thomas Cueni.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI