Suara.com - Sejumlah gereja dan kantor di Ibu Kota memilih untuk tetap menangguhkan kegiatan operasional, meski keputusan pemerintah Provinsi DKI Jakarta membolehkan rumah ibadah dan sebagian tempat usaha dibuka kembali dengan protokol kesehatan yang spefisik.
Pemprov DKI Jakarta menetapkan bulan Juni sebagai masa transisi memasuki "new normal", atau tatanan kehidupan baru, menyusul berakhirnya fase ketiga Pembatasan Sosial Berskala Besar pada 4 Juni lalu, yang diberlakukan untuk menekan wabah Covid-19.
Sementara itu, ahli epidemiologi memperingatkan kenaikan jumlah kasus Covid-19 tak terhindarkan seiring dengan peningkatan kegiatan sosial dan ekonomi, hingga vaksin tersedia.
Gereja Kristen Protestan maupun Katolik di DKI Jakarta secara umum masih melaksanakan ibadah secara daring hingga Minggu (07/06), meski menurut jadwal yang ditetapkan Pemprov, kegiatan di tempat ibadah sudah diperbolehkan dengan kapasitas yang dibatasi hingga maksimal 50 persen.
Baca Juga: Besok, Dwi Sasono Dipindah ke RSKO Untuk Direhabilitasi
Di antaranya, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Kebayoran Baru, menetapkan akan melanjutkan penyiaran langsung ibadah melalui internet hingga akhir Juni.
Pendeta Janoe Widyopramono, yang baru saja menyampaikan khotbah untuk gereja itu pada hari Minggu (07/06), mengatakan induk organisasi GKI memang mengimbau untuk menunda pembukaan gereja hingga setidaknya 28 Juni.
"Sekalipun PSBB sudah dilonggarkan, tapi kan bukan berarti kemudian membuka saja, karena semuanya harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, sehati-hati mungkin," kata Janoe kepada BBC News Indonesia, Minggu (07/06).
Gereja itu sudah sejak pertengahan Maret melaksanakan ibadah secara daring.
Hingga kini, Janoe menjelaskan bahwa pihak gereja masih merancang protokol ibadah, mengingat setiap acara kebaktian gereja dapat dihadiri sekitar 1.500 jemaat.
Baca Juga: Tas Siaga New Normal Ada Helm, Ini 5 Tips Seputar Pelindung Kepala
Kapasitas gedung itu sendiri, ujarnya, hanya mencapai sekitar 600 orang. Tambahan kursi disediakan di pelataran gereja, untuk mengakomodasi jemaat, tambahnya.
Hal ini menjadi salah satu alasan yang butuh dipertimbangkan dalam menyiapkan protokol kesehatan. Dengan peraturan yang baru, kata Janoe, kemungkinan jemaat akan dibatasi sampai 300 orang saja.
"Itu yang sedang kami godok. Itu yang sedang menjadi perbincangan menurut kami memang sangat sulit, karena kerinduan anggota jemaat untuk berkebaktian itu sudah begitu menggelega. Tapi kami harus membatasi," tuturnya.
Begita pula dengan gereja Katolik — Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) belum membuka gereja-gereja Katolik di Jakarta.
Romo A. Hani Rudi SJ, Pastor Kepala Paroki Katedral di Jakarta, pada akhir pekan menyampaikan pernyataan bahwa gereja berkapastias 800 orang itu belum berencana menyelenggarakan misa dalam waktu dekat.
Ia pun tidak menyebutkan perkiraan waktu kapan gereja akan kembali dibuka.
"Kami memilih tidak buru-buru menyelenggarakan misa bersama umat, karena kami ingin memastikan bahwa segala sesuatu siap sesuai protokol kesehatan. Misalnya, semua pelaksana pendukung memadai, seperti pengaturan kursi berjarak, penyediaan wastafel, alat deteksi suhu dan seterusnya."
"Kami juga ingin memastikan bahwa semua petugas yang akan melayani dipastikan bebas dari Covid-19, dengan menyelenggarakan rapid test," kata Romo A. Hani Rudi SJ melalui pernyataan video yang diterima BBC News Indonesia.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pekan lalu menyatakan pelaksanaan pelonggaran pembatasan secara bertahap terhadap kegiatan yang memiliki manfaat besar bagi masyarakat.
Tahap pertama adalah tanggal 5-7 Juni, kedua dari 8-14 Juni, ketiga sejak 15-21 Juni, dan terakhir pada 22-28 Juni. Kegiatan ibadah sudah diperbolehkan sejak 5 Juni, sementara perkantoran mulai 8 Juni.
Segala kegiatan yang tertera dalam masa transisi masih dibatasi hingga kapasitas 50 persen dan kebijakan akan dievaluasi kembali pada akhir Juni.
Protokol "new normal" salat Jumat sudah dilaksanakan di sejumlah masjid sejak Jumat lalu (05/06) di Indonesia, walaupun pakar epidemiologi memperingatkan potensi penularan Covid-19 masih tetap ada.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebelumnya juga mengeluarkan fatwa terkait pedoman salat Jumat, di tengah kenyataan bahwa wabah virus corona belum benar-benar hilang.
Fatwa itu antara lain mengatur tentang perenggangan saf serta tata cara pelaksanaan salat Jumat mengenai pengurangan daya tampung.
Bagaimana dengan perkantoran?
Selain tempat ibadah, perkantoran juga sudah diperbolehkan membuka pintunya bagi 50 persen karyawan, disertai penerapan protokol kesehatan demi mencegah penularan Covid-19.
Namun, kenyataannya, beberapa kantor masih memilih untuk melanjutkan work from home (WFH), atau bekerja dari rumah.
Eva Noviana, seorang karyawan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) di ibu kota, mengatakan bahwa kantornya menarik kebijakan untuk mulai beroperasi pada Senin (08/06), menyusul pengumuman jumlah kasus baru di Indonesia yang tertinggi dalam sehari dalam pengumuman pada Sabtu (06/06), yaitu 993 kasus.
"Saya baru mendapatkan kabar lagi dari kantor, masuk kantornya diundur seminggu karena melihat per hari ini lonjakan kasus positifnya masih tinggi," kata Eva kepada BBC News Indonesia, Minggu (07/06).
Ia manambahkan bahwa protokol kesehatan sudah disiapkan oleh pihak kantor guna mengantisipasi karyawan yang akan masuk, termasuk penjadwalan.
"Jadi 50 persen yang masuk itu seminggu masuk full, nanti sisanya itu di minggu depannya, jadi bergantian antara tim yang WFH dengan WFO (work from office), jadi dibagi dua tim," jelas Eva.
Hingga Minggu (07/06), jumlah kasus positif Covid-19 yang terkonfirmasi di Indonesia mencapai 31.186, dengan tambahan 672 kasus — menurun dari 993 kasus pada Sabtu (06/06) yang merupakan angka harian tertinggi sejauh ini.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan penambahan kasus paling banyak terjadi di DKI Jakarta yaitu 163 kasus, disusul Jawa Timur dengan 113 kasus.
Astri Ariani, seorang pegawai marketing di Jakarta, mengaku kantornya bahkan belum mengumumkan protokol kesehatan yang dipersiapkan, mengingat WFH ditetapkan hingga 22 Juni.
Astri sebut bahkan masih ada kemungkinan untuk diperpanjang lagi, sesuai evaluasi kantor.
"Mungkin poin pertama, pihak perusahaan juga menjaga karyawannya khawatir kenapa-kenapa, jadi menunggu kalau memang vonisnya sudah baik, yah mungkin kita bisa full masuk," kata Astri via telpon (07/06).
Riris Andono Ahmad, ahli epidemiologi dari Universitas Gadjah Mada, mengatakan risiko peningkatan jumlah kasus memang tidak lepas dari pelonggaran kebijakan. Hal itu akan terus terjadi sampai vaksin tersedia secara luas atau tercapainya herd immunity.
"Akan selalu ada risiko gelombang kedua, gelombang ketiga dan seterusnya ketika prevalensi kasus Covid-nya masih cukup rendah," ujar Riris via telpon (07/06).
"Kalau kita ingat, untuk tercapai herd immunity, ketika kemudian penyakit sudah tidak bisa menular lagi, adalah sekitar 60% hingga 70% orang punya kekebalan. Ketika kemudian prevalensi [kasus Covid-19] di populasi itu baru berkisar 5 persen - dan di DKI Jakarta kalau tidak keliru baru sekitar 4-5% - maka populasi itu masih cukup rentan untuk menjadi penularan baru," tambahnya.
Riris mengatakan perhatian harus ditujukan pada kapasitas untuk menekan puncak gelombang sehingga ekonomi bisa tetap berjalan.
Ketua kebijakan publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sutrisno Iwantono, menekankan pentingnya kedisiplinan untuk mengikuti protokol kesehatan di tengah pandemi yang belum diketahui kapan akan berakhir.
"Memang dalam kondisi begini, disiplinnya harus tinggi tetapi (kegiatan ekonomi) harus dimulai lagi karena selesainya virus ini kita enggak tahu," kata Sutrisno.