Suara.com - Setelah lengser dari kursi kepresidenan, penguasa Orde Baru Soeharto diklaim sempat diajak bergabung dan mendapatkan perlindungan dari negara lain. Namun, Soeharto menolak.
Kisah itu diungkap pada hari ulang tahun kelahiran Soeharto, 8 Juni, oleh putri pertamanya yaitu Siti Hardijanti Rukmana atau biasa disapa Tutut Soeharto.
Tutut mengungkapkan, medio 90-an, saat massa rakyat sudah menyuarakan agar Soeharto diturunkan dan diadili atas kesalahan-kesalahannya, sang ayah akhirnya turun.
Soeharto yang memutuskan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden RI kemudian ditawari oleh sejumlah presiden negara lain, untuk datang ke negara mereka. Namun, Soeharto menolaknya dengan alasan ingin tetap berada di Indonesia.
Baca Juga: Transisi New Normal, Ribuan Calon Penumpang KRL Bogor Antre Mengular
"Saya tidak akan pergi ke mana-mana. Ini rumah saya. Saya akan tetap di sini. Sampaikan terima kasih saya pada sahabat-sahabat saya dari negara-begara lain. Tapi maaf, saya tidak akan meninggalken Indonesia. Saya lahir di Indonesia. Seandainya saya harus mati, saya akan mati di Indonesia, negeri di mana saya dilahirkan," tulis Tutut mengutip perkataan Soeharto waktu itu.
Ketika kemudian Soeharto ditanya mengenai keadaan yang mencekam itu, ia mengaku tidak takut.
"Kenapa saya harus takut? Saya tidak bersalah. Saya sudah melakukan tugas saya dengan sebaik kemampuan yang saya punya. Saya meyakini, bahwa yang turun ke jalan, hanya terhasut oleh kelompok yang menginginkan Indonesia hancur. Semoga Allah mengampuni mereka, dan segera mengadarkan mereka, karena amsyarakat kecil yang akhirnya akan lebih menderita. Kami hanya berlindung pada Allah Yang Maha Agung," kata Soeharto yang kutip Tutut lagi dalam situs pribadinya.
Tutut menuliskan cerita khusus soal Soeharto tepat sehari sebelum hari ulang tahun Soeharto yang jatuh pada 8 Juni.
Selain itu, Tutut juga mengenang bahwa sejak peristiwa berhentinya Soeharto dari jabatan presiden, ia dan keluarganya di Cendana hanya dijaga oleh satpam dan beberapa anggota ABRI yang mengajukan pensiun dini.
Baca Juga: Mewujudkan Pilkada Demokratis
Hal itu dilakukan karena pengawalan yang sebelumnya diberikan oleh ABRI kepada Presiden dan mantan Presiden dicabut oleh Presiden Habibie.