Suara.com - Seorang pekerja industri minyak menceritakan kepada BBC bagaimana dirinya menyamar saat karantina berlangsung supaya bisa melihat anak-anaknya dari kejauhan tanpa mereka tahu.
Eddie Flett, asal Edinburgh, diwajibkan menjalani karantina di sebuah flat dekat rumahnya sekembalinya di Skotlandia setelah terjebak di Kazakhstan selama 10 pekan.
Dia memutuskan menggunakan masker dan ponco sehingga anak kembarnya yang berusia dua tahun tidak mengenalinya dan datang mendekat.
Istrinya, Erica Clinefelter, mengatakan pemisahan itu adalah "sebuah mimpi buruk".
Baca Juga: PSBB, Kawasan Wisata Lembang Dikunjungi Turis Lokal: Sudah Jenuh di Rumah
"Saya berusaha menahannya selama berbulan-bulan sampai kemudian saya tidak tahan dalam beberapa hari terakhir.
"Mengetahui bahwa suami saya dekat, tapi tidak di rumah sangat berat."
Eddie, 51, mengatakan kepada BBC Skotlandia: "Bagian tersulit adalah berada dekat rumah".
"Kedekatan tersebut menyakitkan. Saya berdiri di pagar dan menyaksikan mereka bermain di luar rumah."
Dia lantas pergi ke taman sehingga dapat menyaksikan anak-anak kembarnya, Isobel dan Cambell, dari kejauhan.
Baca Juga: Status Normal Baru Disebut Jadi Peluang Industri Otomotif
Erica, mengisahkan: "Kami mengatur waktu agar bisa berada di taman dan melihat anak-anak."
"Dia mengenakan masker dan ponco, kemudian duduk di bangku taman."
Eddie mengaku merasa "luar biasa fantastis" saat akhirnya bisa kembali berkumpul dengan keluarganya.
Eddie adalah seorang konsultan logistik untuk sebuah perusahaan minyak. Pada 4 Maret lalu, dia ditugaskan bekerja selama empat pekan di ladang minyak di bagian barat Kazakshtan.
Namun, dia tidak bisa kembali ke Skotlandia untuk menjumpai Erica, anak kembarnya, dan putranya yang berusia 20 tahun, Alex.
Erica berkata: "Keterpisahan ini terasa lebih menyakitkan dari biasanya. Ini di luar kendali kami, penuh kekhawatiran dan kerisauan. Saya merasa marah karena begitu rapuh."
Ditanbahkannya, bisa jalan-jalan di luar rumah merupakan "penyambung hidup" saat menghadapi isolasi dan tuntutan dari dua anaknya yang masih kecil.
Mereka menggelar videocall setiap hari saat sarapan di Skotlandia, sementara Eddie makan siang di Kazakshtan—tempat dia terjebak bersama ribuan pekerja minyak lainnya dari berbagai penjuru dunia.
Ada 300 kasus positif virus corona di kamp tempat Eddie tinggal hingga awal Mei, namun tiada yang meninggal dunia.
"Kami sibuk, kami tidak berhenti bekerja," ujarnya.
"Perusahaan risau dengan virus, kami lebih risau dengan harga minyak."
Menurut Eddie, keputusan penghentian pengeboran akhirnya diambil dan, setelah beberapa kali tidak jadi, dia menuju Skotlandia pada 13 Mei lalu.
Eddie adalah satu dari 20 orang yang dipulangkan ke Inggris. Perjalanan pulang mereka menemui blokade jalan, pengecekan keamanan, menggunakan bus, pesawat, dan minibus—serta serbuan nyamuk di Bandara Atyrau.
Begitu tiba di Edinburgh, Eddie harus menjalani isolasi mandiri selama dua pekan sebagai langkah pencegahan.
Dia bisa tinggal di ujung jalan dekat rumahnya setelah ada tetangga yang menyewakan flat secara gratis.
Eddie tidak tahu kapan, atau apakah masih memungkinkan, kembali bekerja di ladang minyak.