Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti tertutupnya informasi untuk masyarakat yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) era kepemimpinan Firli Bahuri.
Kekinian, KPK dianggap menutup informasi terkait penanganan dugaan korupsi di PT Dirgantara Indonesia. Dimana, KPK belum menyampaikan bahwa adanya tersangka dalam kasus dugaan KORUPSI pengadaan pesawat.
Pada Jumat (5/6/2020) kemarin, penyidik KPK baru saja memanggil sejumlah pihak termasuk eks Direktur Utama PT DI Budi Santoso. Namun, KPK melalui Plt juru bicara Ali Fikri menyebut mereka dipanggil hanya untuk dimintai keterangan.
Setelah menjalani pemeriksaan di Gedung KPK pada Jumat malam, Budi Santoso menyampaikan hal berbeda. Bahwa dirinya diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka terkait dugaan korupsi di PT DI.
Baca Juga: Jalani Sidang Korupsi, Irwansyah Didesak Pertanyaan soal Medina Zein
"Terkait dengan informasi publik, seakan KPK di era Firli Bahuri ini melupakan dua hal. Pertama, KPK bertanggungjawab kepada publik. Maka dari itu publik berhak tahu atas informasi perkembangan penanganan perkara sepanjang tidak masuk pada ranah investigatif," ungkap Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, dikonfirmasi, Sabtu (6/6/2020).
Kurnia menuturkan, jika mengacu pada Pasal 5 Undang-undang KPK menyebut dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK berpegang pada nilai keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum.
"Ciri khas KPK di era Komjen Firli Bahuri yang belum pernah ada sejak lembaga anti rasuah ini berdiri adalah tertutupnya akses informasi kepada masyarakat," ucap Kurnia.
Selain itu, pimpinan KPK saat ini juga dianggap menutupi sejumlah informasi penanganan kasus yang semestinya dapat disampaikan kepada publik.
Dalam catatan ICW, KPK juga dianggap banyak menutupi informasi kasus buronan Kader PDI Perjuangan Harun Masiku, pemberi suap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Baca Juga: Besok, Irwansyah Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi Wawan
"Pertama, kejadian dugaan penyekapan tim KPK di PTIK saat memburu Harun Masiku dan pihak yang diduga petinggi partai politik. Dua, alasan KPK tidak menggeledah kantor DPP PDIP. Ketiga, polemik pengembalian paksa Kompol Rossa ke institusi kepolisian. Keempat, perkembangan pencarian Harun Masiku," tutup Kurnia