Suara.com - Reynalfi (22) dan Andri Juniansyah (30), Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi Anak Buah Kapal (ABK) Lu Qing Yuanyu 213, nekat kabur karena tak tahan dengan pola kerja di kapal berbendera China tersebut.
Kedua WNI ABK itu meloloskan diri dengan terjun ke laut di sekitar perairan perbatasan internasional yang masuk wilayah Provinsi Kepulauan Riau pada, Jumat (5/6/2020) malam sekitar pukul 20.00 WIB.
Hal itu disampaikan keduanya saat berada di Mapolsek Tebing, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau.
"Mereka mengaku tidak tahan bekerja di kapal asing tersebut sehingga nekat kabur dengan cara melompat ke laut," kata Kapolres Karimun AKBP Muhammad Adenan dilansir dari Batam News—jaringan Suara.com—Sabtu (6/6/2020).
Baca Juga: Pemkab Bangun Landmark di Gunung Karang, Abuya: Stop Sebelum Azab Turun
Menurut pengakuan kedua WNI ABK itu, mereka sudah berbulan-bulan berada di kapal penangkap cumi itu.
Mereka juga tidak bisa berkomunikasi dengan orang lain, sebab alat komunikasi ditahan oleh tekong kapal.
"Ada yang sudah bekerja sejak November 2019, ada juga yang sejak Januari 2020," ungkap Adenan.
Pihak kepolisian kini masih melakukan pemeriksaan dan pengumpulan data-data terhadap dua orang ABK WNI tersebut.
Diduga, keduanya masuk dalam kasus human trafficking atau perdagangan orang.
Baca Juga: Takut Dilempari Batu, Bintang Film Dewasa Rusia 10 Tahun Tak Pulang Kampung
"Dengan data yang sudah ada dengan kita tidak terjadi lagi, adanya dugaan korban human trafficking ini," ujar Adenan.
Terus Berlayar
Sementara itu, Andri mengatakan kapal berbendera China itu tidak bersandar di pelabuhan atau dermaga selama berbulan-bulan.
Kapal terus berlayar untuk melakukan aktivitas menangkap hewan laut, seperti cumi, ikan dan lainnya.
"Kapal berlayar di sekitaran Samudera Hindia, bisa di laut Arabia, laut India, laut Srilanka. Tapi yang lebih sering laut yang tidak ada pulau kiri kanan, pastinya di laut lepas," ujar Andri yang telah lima bulan bekerja di kapal tersebut.
Untuk hasil tangkapan yang diperoleh, lanjut Andri, dilakukan dengan cara pemindahan di tengah laut.
Hasil-hasil tangkapan kemudian disimpan di dalam frezer yang telah tersedia.
"Tidak ada merapat ke darat, semuanya dilakukan di tengah laut," ungkap WNI ABK asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.
Dimaki dan Disiksa
Perlakuan tak manusiawi jadi alasan kedua WNI ABK itu nekat melompat ke laut dari Kapal Lu Qing Yuanyu 213.
Tak hanya dimaki, Andri mengaku sering disiksa secara fisik, seperti ditendang dan dipukul kala bekerja di kapal itu.
Jam kerja yang jalani juga tidak normal. Mereka seperti dipaksa untuk terus bekerja dengan mendapat waktu istirahat hanya sebentar.
Dalam sehari, dua ABK WNI itu hanya diberi waktu istirahat 4 jam yang terbagi dalam dua sesi.
Setelah itu mereka harus bekerja dari pagi hingga malam, hingga kemudian pagi kembali.
"Memang kami dikasih makan dua kali sehari. Hanya saja, waktu bekerja tidak ada hentinya, dari pagi hingga malam, dari malam hingga pagi. Kalau salah sedikit langsung dapat perlakuan kasar," kata Andri menceritakan.
Andri juga menyebut, selain mereka berdua, masih ada sejumlah WNI yang masih berada di kapal tersebut, serta beberapa dari negara lainnya.
Reynalfi asal Medan, Sumatera Utara, dan Andri Juniansyah dari NTB, diselamatkan oleh nelayan Leho, Tebing, saat terombang-ambing di perairan perbatasan Karimun-Malaysia.
Mereka telah mengapung cukup lama di tengah laut, sejak kabur dari kapal ikan berbendera China itu pada Jumat malam hingga ditemukan, Sabtu (6/6/2020) dini hari sekitar pukul 03.00 WIB.
Saat ditemukan, kedua WNI ABK itu sedang berenang. Mereka bertahan dengan life jacket.