Miris! Pengendara Mobil hingga Haji Dapat BLT, Janda dan Tani Miskin Merana

Bangun Santoso Suara.Com
Rabu, 03 Juni 2020 | 13:32 WIB
Miris! Pengendara Mobil hingga Haji Dapat BLT, Janda dan Tani Miskin Merana
Sebagai ilustrasi: Tampak kerumunan saat pembagian BLT di Kepanewon Wates, Kulonprogo, Sabtu (9/5/2020). [Hiskia Andika Weadcaksana]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bansos Covid-19 baik itu Bantuan Sosial Tunai (BST) maupun Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat yang terdampak virus corona Covid-19) di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau dinilai banyak yang tidak tepat sasaran.

Pasalnya, data yang dikumpulkan Dinas Sosial (Dinsos) dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan non-Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (non-DTKS) di Kabupaten Pelalawan, ditemukan data validasi non-DTKS atau data warga yang benar-benar terdampak COVID-19 berjumlah 2.859 KK yang akan disalurkan uang tunai sejumlah Rp 600.000,-.

Namun, dari data non-DTKS sebanyak 2.859 KK, itu banyak dikeluhkan masyarakat di berbagai kecamatan. Seperti di Kecamatan Langgam, Kecamatan Ukui, hingga Kecamatan Pelalawan.

Di Kecamatan Langgam, diceritakan Dayat, warga Desa Segati, kepada RiauOnline.co.id (jaringan Suara.com), bahwa di desanya ada seorang pedagang kecil-kecilan yang jelas-jelas terdampak Covid-19 tersebut. Namun pedagang itu tidak tersentuh BLT.

Baca Juga: Amburadul Pembagian Bansos Corona di Banten, Banyak Warga yang Belum Dapat

"Di RT saya ini, ada dua warga yang seharusnya dalam kriterianya layak mendapatkan bantuan tersebut, seperti keluarga pak Muhamad Hidayat Efendi, istrinya pedagang jajanan anak-anak mengaji, biasanya penghasilan jual belinya mencapai Rp 100 ribu per hari. Namun, lantaran corona ini hanya bisa mendapatkan Rp 30 ribu per hari," ujar Dayat, baru-baru ini.

Sedangkan pak Muhamad Hidayat Efendi sendiri, hanyalah seorang buruh serabutan. Pada saat rutin bekerja penghasilan bisa mencapai Rp 80 ribu per hari, namun dengan kondisi Covid-19 tersebut penghasilan jadi tak menentu, malahan aktivitas kerjanya kini dibatasi.

"Jadi dia lebih sering di rumah dari pada bekerja," kata Dayat.

Selain itu, masih satu RT, katanya, ada atas nama keluarga Takim, yang bekerja sebagai buruh tani atau mengambil upah mengerjakan kebun orang. Namun saat ini mengunggur karena corona.

"Yang satunya, dulu dia buru tani sekarang penganguran bang, untuk makan saja orang tu susah," ujar Dayat.

Baca Juga: Mensos : Penyaluran Bansos di Indonesia Telah Capai 100 Persen

Melihat kondisi itu, Dayat mengaku sempat mempertanyakan kepada Kepala Desa Segati perihal tersebut. Namun sang kades malah menyalahkan pihak RT setempat.

Ironisnya, saat Dayat melihat warga yang menerima BLT, ada yang menggunakan mobil mewah dan ia memprotesnya. Namun, ia justru hendak dilaporkan kades ke kantor polisi.

"Saat penerimaan BLT tersebut, saya sempat mendatangi kantor Desa Segati, namun pihak desa menyalahkan RT soal pendataan itu. Jadi saat saya tanya kriteria penerima, karena ada yang memakai mobil saat mengambil bantuan (BLT) itu yang dapat, saya langsung dimarah-marahi dan akan dilaporkan kepada polisi. Padahal kita cuma mau mencari titik terang, karena kasihan dengan yang seharusnya mendapatkan bantuan, namun tidak dapat," terang Dayat.

"Atas nama warga negara Indonesia, kita menuntut keadilan. Negara ini bukan untuk satu golongan, namun untuk bersama," tambah Dayat.

Sementara di Kelurahan Pelalawan, Kecamatan Pelalawan, warga yang tidak ingin menyebutkan namanya mengatakan, di tempatnya malah ada beberapa warga yang mempunnyai gelar haji dan hajah yang menerima BLT.

"Banyak yang tidak tepat sasaran kami lihat, bahkan dari penerima BST Rp 600 ribu itu, ada yang bergelar haji dan hajah. Bahkan ada yang mempunyai kontrak pontoon di PT. RAPP yang menerima BST itu," kata warga tersebut.

Hal yang sama juga disampaikan warga Kecamatan Ukui, bahwa warga di sekitarnya yang sudah berumur 60 tahun dan sudah 8 tahun menjanda juga tak tersentuh bantuan.

"Ibu Sediana ini sudah 8 tahun menjanda, makannya saja susah. Bahkan biasanya dibantu dari uluran tangan para tetangga, di sini kita sangat menyesalkan kenapa sampai saat ini BLT desa tidak terdata ibu ini. Padahal KTP dan KK-nya lengkap," ujar salah satu warga Ukui, yang juga enggan namanya disebut.

Untuk di ketahui, dari data yang dirangkum RiauOnline.co.id di lapangan, untuk tahap awal Pemkab Pelalawan sudah mengumpulkan data DTKS dan non-DTKS sebanyak 43.000 KK. Dari data ini untuk rincian data non-DTKS atau regulasinya diperuntukan bagi yang terdampak COVID-19 berupa BST Kelurahan dan BLT Pedesaan, yang sampai saat ini belum diketahui validitasnya, karena masih menunggu data penambahan dan perubahan.

Sementara itu, saat hal ini dikonfirmasi kepada Kepala Dinas Sosial Pelalawan, Tengku Mukhtarudin, mengatakan bahwa data DTKS dan non-DTKS sebanyak 43.000 tersebut, didata dari kelurahan dan desa se-Kabupaten Pelalawan.

"Data tersebut, kita ambil lansung dari lurah dan desa," katanya.

Saat ditanyakan, perihal banyak yang tidak tepat sasaran soal penerima bantuan tunai terdampak COVID-19 itu, ia mengakui jika memang ada yang tidak tepat, dan pihaknya akan melakukan verifikasi nantinya.

"Ya ada lah (tidak tepat sasaran), namun nanti akan kita verifikasi ulang, mana yang tidak tepat akan kita masukkan dan keluarkan lagi," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI