Suara.com - Sidang putusan gugatan pemutusan internet Papua di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang digelar secara virtual melalui aplikasi zoom pada Rabu (3/6/2020), dikejutkan dengan munculnya penyusup atau biasa dikenal dengan istilah zoombombing.
Sidang ini dimulai pada pukul 10.00 WIB dengan agenda pembacaan putusan oleh majelis hakim. Namun ketika majelis hakim tengah membacakan pertimbangan putusan atau sekitar 20 menit sidang berjalan muncul sejumlah penyusup yang mengacaukan jalannya sidang.
Mereka membuat gaduh dengan suara-suara yang tidak jelas, bahkan menuliskan sebuah meme bergambar vulgar di kolom komentar.
Beberapa nama penyusup itu antara lain; Jerry Winkles, karlo, jack hoff, lucy samuelson, rajneesh, dan eric dubay.
Baca Juga: Dibui karena Minta Jokowi Mundur, Pecatan TNI Ruslan Buton Gugat Bareksrim
"they are just ignoring us leave i got better codes," tulis Lucy Samuelson.
Kondisi ini berlangsung kurang lebih 15 menit, mereka terus berteriak dan menampilkan gambar yang tidak terkait dengan jalannya sidang.
PTUN sebagai host zoom langsung membersihkan para penyusup ini, dan kini sidang kembali berlangsung, para hakim terus membacakan putusan.
Gugatan ini diajukan oleh Tim Pembela Kebebasan Pers yang terdiri dari penggugat Aliansi Jurnalis Independen, SAFEnet, YLBHI, LBH Pers, Elsam, ICJR dan KontraS.
Sementara pihak tergugat yakni Kominfo sebagai tergugat 1 dan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai tergugat 2.
Baca Juga: 2 Mantan Pimpinan KPK Beberkan Aksi Novel Baswedan Tangkap Buronan Nurhadi
Objek gugatan yang diajukan dalam sidang ini adalah tindakan pemutusan jaringan internet yang dilakukan pada 19 hingga 20 Agustus 2019, tindakan pemutusan akses internet sejak 21 Agustus sampai 4 September 2019, dan lanjutan pemutusan akses internet sejak 4 sampai 11 September 2019.
Tim menganggap tindakan pemerintah ini telah melanggar UU 40/1999 tentang Pers dan UU 12/2005 yang mengatur kebebasan mencari, menerima, serta memberi informasi.
Para penggugat menilai hakim perlu menyatakan keputusan pemerintah tersebut 'melawan hukum' agar tidak menjadi preseden buruk bagi demokrasi saat ini.