Resi yang ada di karya "Sampah" tidak hanya berisi nama-nama korban Nduga. Tapi juga terdapat nama korban kekerasan di Papua mulai tahun 1960.
"Karya tersebut akan terus berkembang, di mana saya akan menambah nama-nama korban yang selama ini belum diketahui dan belum didokumentasi," ujar Henri.
Foto-foto karya instalasi "Sampah" ini diunggah Henri ke akun Instagram miliknya, @henri.affandi, Jumat (29/5/2020).
Dalam unggahannya itu, Henri memberikan hastag #BlackLivesMatter dan #Papualivematter.
Baca Juga: Seminggu Ditahan, Dwi Sasono Belum Juga Dijenguk Widi Mulia
"Orang-orang yang berkulit hitam, terlepas dari mereka berada di Minneapolis atau Jayapura, mengalami ketidakadilan yang sama," kata Henri.
Lebih lanjut, Henri berpendapat bahwa demonstrasi yang terjadi di Amerika Serikat bukanlah konflik yang terisolasi karena fenomenanya ada di negara-negara lain.
"Untuk mengabaikan rakyat Papua dan mengatakan bahwa yang dialami mereka tidak ada korelasinya dengan gerakan BLM sama dengan meremehkan apa yang mereka telah dan sedang alami," ujarnya.
Henri berharap karyanya dapat membuat orang-orang yang melihatnya bertanya-tanya apakah yang mereka ketahui (tentang Papua) adalah kebenaran atau buah dari propaganda.
"Berakar dari konsep-konsep politik and budaya, karya saya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan isu imperialisme budaya dan hak masyarakat adat," jelasnya.
Baca Juga: Dua Hari Berturut-turut Tak Ada Kasus Positif COVID-19 Baru di DIY
"Saya percaya bahwa sebagai senimal visual, saya bertanggung jawab untuk mendidik masyarakat luas melewati karya. Dan saya sendiri mempunyai tanggung jawab untuk melawan penindasan terhadap masyarakat Papua, imbuh Henri.