Suara.com - Kematian George Floyd, pria keturunan Afrika-Amerika yang menggegerkan publik AS telah diselidiki lebih lanjut. Pihak keluarga memerintahkan dokter untuk melakukan otopsi.
Menyadur ABC News, pihak keluarga George Floyd tersebut meminta diadakannya otopsi independen terhadap kematian anggota keluarganya tersebut.
Dari hasil pemeriksaan dinyatakan Floyd meninggal karena "pembunuhan yang disebabkan oleh asfiksia karena kompresi leher dan punggung yang menyebabkan kurangnya aliran darah ke otak," menurut temuan awal dari pemeriksaan yang dirilis Senin.
Otopsi independen menemukan bahwa beban berat di punggung Floyd, bekas borgol, dan posisi saat ia tertelungkup adalah faktor yang berkontribusi mengganggu kemampuan fungsi diafragma pernapasan Floyd. Laporan itu menyimpulkan bahwa pria berusia 46 tahun tersebut meninggal di tempat kejadian.
Baca Juga: Mayweather Akan Hadiri Pemakaman George Floyd, Korban Kekerasan Polisi
Kantor Pemeriksa Medis Distrik Hennepin juga merilis temuan yang sama, menyatakan kematian Floyd adalah pembunuhan yang disebabkan oleh "tekanan kardiopulmoner saat penangkapan oleh aparat penegak hukum."
Dr. Michael Baden dan direktur layanan otopsi dan forensik Universitas Michigan Medical School, Dr. Allecia Wilson, menangani pemeriksaan independen tersebut.
Baden mengatakan Floyd dalam keadaan sehat sebelum kematiannya dan mengatakan dari tayangan video kematiannya terlihat jelas adanya tekanan di leher dan punggungnya.
"Ketika dia mengatakan 'Saya tidak bisa bernapas', banyak polisi mengira bahwa jika masih dapat berbicara itu berarti masih bernapas. Itu tidak benar," katanya saat konferensi pers. Wilson mengatakan laporan toksikologi dan pemeriksaan lainnya masih sedang dalam pemeriksaan.
Selain karena tindakan polisi yang menyebabkan ia meninggal dunia, ada temuan lain pada otopsi tersebut.
Baca Juga: Apa Itu Asfiksia, Kondisi yang Menyebabkan George Floyd Meninggal Dunia?
"Floyd memiliki penyakit jantung arteriosklerotik dan hipertensi, keracunan fentanil dan penggunaan metamfetamin baru-baru ini." jelas Dr. Allecia Wilson.