Suara.com - Sekelompok warga mengeruduk ruang jenazah di Rumah Sakit Pancaran Kasih Manado, Sulawesi Utara pada Selasa (1/6/2020) sore, mereka menolak jenazah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dimakamkan dengan protokol Covid-19.
Video aksi massa tersebut viral di media sosial Facebook, mereka yang berjumlah ratusan orang itu ramai-ramai sambil berteriak, menjebol pintu rumah sakit dan langsung mengambil jenazah yang sudah terbungkus kain kafan.
Dalam video itu, keluarga jenazah menyebut bahwa pada saat petugas rumah sakit selesai memandikan jenazah, mereka diberi uang Rp 15.000.000 oleh petugas agar jenazah langsung dimakamkan dengan protokol covid-19 tidak dibawa ke rumah.
Kabar itu langsung tersebar ke massa yang marah tak terima jenazah dimakamkan dengan protokol covid-19 karena masih bersatatus PDP bukan positif.
Baca Juga: 10 Tahun Kosong, RS Darurat COVID-19 Jatim Disebut Banyak Kuntilanak
Setelah berhasil menjebol kamar jenazah, massa langsung membawa jenazah yang terbungkus kain kafan itu ke rumahnya di Kelurahan Ternate Baru Lingkungan I, Kecamatan Singkil, Kota Manado untuk dilakukan pemandian dan sholat jenazah serta persiapan pemakaman tanpa protokol Covid-19.
Anak dari jenazah, melalui akun Facebooknya Khairullah Lasarika mengatakan bahwa ayahnya meninggal karena sakit ginjal sehingga tak perlu protokol pemakaman Covid-19.
“Sedikit mau diperjelaskan supaya tidak timbul fitnah atau cerita-cerita lain, kalau almarhum sakit ginjal bukan Covid-19 dan dari pihak RS Pancaran Kasih mengizinkan jika almarhum dimakamkan di penguburan Ketang Baru (Kombos). Yang jadi permasalahan, keluarga tidak terima ketika jenazah mau dipetikan (taruh dalam peti) karena kami orang Muslim seharusnya taruh si keranda. Karena pasien negatif bukan positif,” tulis Khairullah Lasarika.
Diketahui, jenazah merupakan PDP Covid-19 warga Kecamatan Singkil, dia meninggal dunia di Ruang ICU Isolasi RSU Pancaran Kasih Manado, Senin (1/6/2020) sekitar pukul 13.30 WITA.
Pasien masuk sejak 26 Mei lalu, dia masuk kategori PDP karena didiagnosa mengalami Pneumonia dan kehilangan kesadaran.
Baca Juga: Ilmuwan: Udara Lebih Hangat Kurangi Transmisi Covid-19, Tapi Tak Signifikan
Direktur Utama (Dirut) RS Pancaran Kasih dr Frangky Kambey menjelaskan peristiwa ini hanya kesalahpahaman belaka.
dr Franky menyebut setiap pasien yang masuk RS Pancaran Kasih, baik ODP, PDP, dan positif Covid-19 yang sembuh ataupun meninggal, mereka langsung melaporkan data ke Gugus Tugas Covid-19 Kota Manado dan Pemprov Sulut.
"Apabila pasien ODP, PDP, Covid-19 terkonfimasi meninggal ada protokol yang digunakan yaitu protokol jenazah pasien covid-19 karena dalam keadaan wabah jadi haru menggunakan protokol jenazah covid-19," kata dr Franky dalam keterangan resminya, Selasa (2/6/2020)
Menurut dr Franky, jenazah yang diambil paksa oleh massa tersebut beragama muslim, sehingga rumah sakit menggunakan protokol pemakaman covid-19 sesuai dengan Fatwa MUI nomor 18 tahun 2020.
"Masing-masing ada penanganan sesuai agamanya. Kebetulan pasien ini beragama Muslim. Jadi kami menggunakan fatwa MUI nomor 18 tahun 2020 tentang pedoman pengurusan jenazah muslim yang terinfeksi Covid-19,” jelasnya.
Terkait dugaan suap yang diberikan petugas rumah sakit terhadap keluarga, dr Franky membantah dan menyebut hal ini sebagai salah paham belaka.
Dia menjelaskan, SOP di RS Pancaran Kasih biasanya ada 3 petugas yakni yang memandikan, mengkafankan dan mensalatkan di jenazah covid-19, mereka menggunakan alat pelindung diri lengkap level 3, setiap orang yang bertugas akan diberi insentif Rp 500 ribu atas jasanya.
Namun pada saat itu hanya ada satu orang yang bertugas, seorang tersebut melakukan 3 tugas sekaligus yakni memandikan, mengkafankan dan mensalatkan.
"Biasanya ada 3 petugas, petugas kami disana melaporkan 'dok ada dua insentif yang tertinggal', lalu saya instruksikan, berikan saja ke siapa saja yang di situ," ucapnya.
Petugas dengan inisiatifnya memberikan sisa insentif kepada pihak keluarga sebagai rasa belasungkawa, namun keluarga tidak menerima hingga terjadi keributan yang memaksa jenazah dimakamkan tanpa protokol covid-19.
"Jadi sebenarnya ada kesalahpahaman. Kalaupun kami salah, kami minta maaf. Tapi dari lubuk hati yang terdalam, kami hanya menjalankan kebijakan. Misalnya pun kalau diterima, anggaplah itu sebagai ungkapan belasungkawa kami, bukan seperti yang diisukan bahwa kami menyogok untuk mengatakan pasien ini positif Covid-19," tegasnya.
dr Franky juga menegaskan bahwa RS Pancaran Kasih selalu menguburkan setiap jenazah yang berstatus ODP, PDP, dan Positif Covid-19 dengan protokol Covid-19, tidak dibawa ke rumah karena berpotensi menular.