Titik Temu Pancasila dan Teologi Islam, Ini Hadis tentang Nasionalisme

Senin, 01 Juni 2020 | 20:50 WIB
Titik Temu Pancasila dan Teologi Islam, Ini Hadis tentang Nasionalisme
Ilustrasi Pancasila (shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Momen Hari Lahir Pancasila justru masih ditemukan diskursus Islam yang dibenturkan dengan Pancasila dan nasionalisme. Padahal, Islam dan Pancasila memiliki titik temu yang jelas dan tidak perlu diperdebatkan.

Hal itu terlihat dari beberapa hadist dan ayat dalam Al Quran yang berkaitan dengan nasionalisme.

Dikutip dari harakah.id -- jaringan Suara.com, Senin (1/6/2020), hadits paling masyhur yang menjelaskan nasionalisme adalah "Hubbul wathoni minal Iman" atau "cinta tanah air sebagian dari iman".

Pihak penolak nasionalisme menggunakan argumen bahwa hadits Maudhu’/palsu.

Tapi menurut Ribut Lupiyanto, Deputi Direktur Center for Public Capacity Acceleration (C-PubliCA) sekaligus penulis artikel di harakah.id, mengatakan bahwa substansi hadits ini sebenarnya tidaklah sesat.

Ribut menjelaskan, konsep nasionalisme dalam Islam juga ditemukan dalam hadits maupun ayat Al Quran. Nabi Ibrahim AS pernah berdoa seperti berikut.

"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa.." (Al Baqarah: 126).

"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala." (Ibrahim: 35).

Nabi Muhammad SAW juga pernah berdoa untuk Madinah ketika pertama kali tiba di negeri itu.

Baca Juga: 7 Pedagang Positif Covid-19, Pasar Cileungsi Ditutup Sementara

"Ya Allah, jadikan kami mencintai Madinah seperti cinta kami kepada Makkah, atau melebihi cinta kami pada Makkah" (HR Al-Bukhari 7/161).

Dalam Al-Quran bahkan terdapat satu surat yaitu Al-Balad yang artinya negeri. Dalil yang menyebut kata negeri misalnya Al-Balad ayat (1), Saba’ ayat (15) dan (18), serta Al-A’raaf ayat (137).

Melalui Surat Huud ayat 117, Allah SWT berjanji tidak akan membinasakan negeri yang tidak dzalim dan durhaka. Sebaliknya, Allah akan membinasakan negeri yang durhaka dan penuh kedzaliman (Al-Haaqqah (9) dan Al-Israa’ (16).

Ribut mengingatkan kemerdekaan bangsa Indonesia pun dilatarbelakangi oleh para pahlawan muslim bahkan ulama. Seperti Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Sisingamangaraja, Tuanku Imam Bonjol, Teuku Cik di Tiro dan sebagainya.

Ia menjelaskan bahwa Pancasila adalah Maqasid Syariah tafsiran Indonesia. Hal ini dilandaskan pada kitab Al-Muwafaqat karya Imam Al-Syathibi.

Kitab ini menjelaskan konsep al-maqasid al-syariah agar para ulama dalam mengambil penafsiran fikih selalu berpegang pada maksud hakiki syariah, berpegang pada roh syariah, bukan sekadar pada formalitasnya.

Maqasid Syariah mengandung lima hal, yaitu melindungi agama yang dalam Pancasila disebut ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Kedua, melindungi jiwa yang dalam Pancasila disebut ‘Perikemanusiaan yang adil dan beradab’.

Ketiga, melindungi keutuhan keluarga besar yang dalam Pancasila disebut ‘Persatuan Indonesia’.

Keempat, melindungi akal pendapat yang dalam Pancasila disebut ‘Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan’. Kelima, melindungi hak atas harta yang dalam Pancasila disebut ‘Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’.

Atas dasar kemiripan inilah, menyebabkan gagasan Pancasila sebagai dasar negara mendapat dukungan penuh dari bangsa. Selain itu ulama, karena Pancasila bukan agama dan tidak bisa menggantikan agama.

Menurut Ribut, Pancasila dan nasionalisme selayaknya tidak dibenturkan dengan agama. Pancasila, nasionalisme dan agama justru penting dijadikan trisula membangun bangsa yang berkedamaian dan sejahtera.

Artikel dari harakah.id ini ditulis oleh RIBUT LUPIYANTO Deputi Direktur Center for Public Capacity Acceleration (C-PubliCA)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI