Suara.com - Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Wilayah Jakarta Bivitri Susanti menyoroti peristiwa teror ancaman pembunuhan terhadap kelompok mahasiswa hukum UGM Constitutional Law Society (CLS) dan dosen Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Bivitri menilai diskusi yang dilakukan CLS adalah diskusi akademis yang dijamin dalam Undang Undang 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
"Mana bisa memakzulkan Presiden melalui diskusi, webinar lagi, karena yang bisa menjatuhkan presiden ya hanya institusi ketatanegaraan, DPR, MPR dan MK. Saya ketika berbicara dalam konteks akademik ya tidak bisa membuat presiden secara serta merta jatuh, bahkan ketika kita membicarakan ini berusaha dibungkam," kata Bivitri dalam Seminar Nasional: MAHUTAMA & KOLEGIUM JURIST INSTITUTE, Senin (1/6/2020).
Wakil Ketua Bidang Akademik dan Penelitian di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu menduga ada dua kelompok yang bisa dicurigai sebagai pelaku teror.
Baca Juga: Ngebut hingga Terguling, Bambang Pamungkas Tabrakan Diduga Tak Fokus Nyetir
"Pertama jadi ketika represi baik dalam fisik dan kebebasan berbicara, yang bisa melakukan represi itu adalah negara, pemerintah dalam hal ini yang tidak ingin ada noise," ucapnya.
Kedua, Bivitri menyebutnya dengan konsep agen, agen ini adalah orang-orang kelompok ataupun individu yang secara independen atau terorganisir melakukan teror terhadap orang atau kelompok yang mengkritik pemerintah.
Agen ini pun terbagi lagi menjadi dua, ada agen yang memang secara mandiri bergerak karena mendukung kebijakan pemerintahan, dan agen yang mendukung dengan keinginan masuk ke dalam pemerintahan.
"Tapi bisa juga agen yang bergerak karena rasa mendukung yang kuat, bisa karena suasana psikologis yang terbangun sekarang adalah pemerintahan yang sering kali digaungkan waktu pemilu kan "Jokowi adalah Kita" ini adalah representasi rakyat yang senyatanya, tapi yang kedua juga ada didorong oleh keinginan untuk masuk ke dalam lingkaran kekuasaan," jelasnya.
Bivitri kembali menegaskan bahwa diskusi yang dilakukan akademisi hukum bukan berarti bertujuan untuk menjatuhkan presiden.
Baca Juga: Izin Acara Ditolak Polisi, Ormas Anti PKI Tetap Berkumpul di Halaman Masjid
"Tidak mudah menjatuhkan presiden di Indonesia, mudah-mudahan ini dilihat oleh buzzer dan orang-orang yang merasa bahwa diskusi pagi ini kita mau ramai-ramai menjatuhkan presiden, tidak semudah itu," tutupnya.