Suara.com - Protes kematian pria kulit hitam asal Amerika Serikat, George Floyd membuat nama organisasi sayap kiri Antifa kembali terdengar.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump bahkan menuduh mereka sebagai dalang dari unjuk rasa berujung rusuh yang terjadi diberbagai wilayah negaranya.
Tak tanggung-tanggung, politikus partai Republik itu kekinian menggolongkan atau melabeli Antifa sebagai organisasi teroris yang harus ditumpas.
Namun, apa sebenarnya Antifa itu? dan bagaimana organisasi yang juga terkenal menyerukan isu anti kapitalisme itu bisa terbentuk dan menyebar diberbagai negara?
Baca Juga: Disembunyikan di atas Lemari, Polisi Sita Ganja 16 Gram dari Dwi Sasono
Merujuk buku ANTIFA: The Anti-Fascist Handbook karangan Mark Bray, organisasi itu pertama kali muncul pada 1920-an sebagai respons dari rezim fasis Benito Mussolini di Italia dan Adolf Hitler di Jerman.
Setelah itu, Antifa kian menyebar ke daratan Eropa, termasuk juga ke Amerika Serikat. Banyak pemimpin anti-fasis di AS disebut-sebut berasal dari Italia, dengan ideologi sindikalis, anarkis, dan sosialis.
Di negara Paman Sam, Antifa dikatakan sebagai kelompok aktivis yang melihat dirinya sebagai penerus anti-Nazi tahun 1930-an yang menentang kediktatoran dan supermasi kulit putih.
Di era modern, gerakan anti-fasis terus berlanjut dengan konfrontasi dan gerakan-gerakan yang lebih sporadis. Protes tak hanya dilakukan dengan turun ke jalan, namun juga memanfaatkan sarana digital seperti internet.
Organisasi Tanpa Kepala
Baca Juga: Sebut Tak Perlu Bahas soal Impeachment, BPIP Sindir Diskusi FH UGM?
Jumlah anggota Antifa di dunia, atau lebih sempit di Amerika Serikat, sulit untuk diidentifikasi. New York Times mengatakan bahwa organisasi ini memang bersifat rahasia dan bergerak tanpa kepala atau pemimpin.
"Antifa juga satu-satunya di konstelasi gerakan aktivis yang bersatu dalam beberapa tahun terakhir untuk menentang sayap kanan," tulis New York Times dikutip Suara.com, Senin (1/6/2020).
Kekinian, Antifa bergerak untuk mengampanyekan berbagai hal tak hasa perihal anti-fasis, anti-nazi, anti-kapitalis, atau supermasi kulit putih.
Lebih luas, Antifa kini mengampanyekan penentangan terhadap isu ketidakadilan yang terjadi di dunia termasuk homofobik, rasis, dan xenofobik.
Target dan Tujuan Antifa
Masih menyadur New York Times, Antifa pada umumnya berusaha menghentikan apa yang mereka anggap sebagai kelompok fasis, rasis dan sayap kanan. Mereka berusaha mengampanyekan pandangan mereka kepada publik.
Fasisme dianggap Antifa sebagai ancaman serius lantaran bakal menanamkan ide-ide yang mengarah pada penargetan terhadap orang-orang terpinggirkan seperti ras minoritas, wanita, dan anggota LGBT.
"Argumennya adalah bahwa militan anti-fasisme secara inheren membela diri karena kekerasan yang didokumentasikan secara historis yang diajukan oleh kaum fasis, terutama kepada orang-orang yang terpinggirkan," kata Mark Bray.
Strategi Antifa dalam Melancarkan Aksi
Mark Bray mengatakan Antifa memiliki pendekatan taktik yang murip dengan kelompok-kelompok anarkis, seperti berpakaian serba hitam, dan menggunakan topeng.
Di era modern, demonstrasi bukan jadi satu-satunya cara bagi Antifa dalam melawan musuhnya dan mengampanyekan pemikiran mereka.
Lewat media sosial, Antifa dilansir BBC kerap kali meneror politikus atau organisasi sayap kanan dengan menyebar informasi pribadi atau lebih dikenal dengan nama Doxxing.
Lewat metode tersebut, Antifa berhasil membuat pro sayap kanan dipecat dari pekerjaan mereka.
Alasan Antifa Kerap Menggunakan Kekerasan
Antifa terkenal dengan teror yang mengincar berbagai fasilitas publik. Mereka kerap mempertontonkan aksi kekerasan dalam mengampanyekan tujuan mereka.
Mark Bray selaku penulis buku ANTIFA: The Anti-Fascist Handbook menyebut kekerasan dibenarkan oleh Antifa lantaran menganggap kelompok fasis dan rasis juga melakukan hal serupa lewat suatu sistem.
"Jika kelompok rasis atau fasis dibiarkan berorganisasi dengan bebas, itu pasti akan menghasilkan kekerasan terhadap masyarakat yang terpinggirkan," kata Bray.
Menyadur BBC, aksi kekerasan yang dilakukan Antifa tercatat beberapa kali mampu mengganggu stabilitas prganisasi sayap kanan.
Bahkan beberapa rapat umum dan pidato di Amerika sempat berhenti karena teror dari kelompok anti-fasis tersebut.
Kerusuhan yang baru-baru ini terjadi di Amerika Serikat setelah kematian pria kulit hitam George Floyd juga diduga telah ditunggangi Antifa, kendati belum ada bykti kuat terkait hal itu.
"Mereka mengatakan jika kekerasan memang terjadi, tapi itu sebagai bentuk pembelaan diri," tulis BBC dikutip Suara.com, Senin (1/6/2020).