Akademisi dan Jurnalis Diteror, Denny Indrayana: Sifat Otoriter Muncul Lagi

Senin, 01 Juni 2020 | 13:13 WIB
Akademisi dan Jurnalis Diteror, Denny Indrayana: Sifat Otoriter Muncul Lagi
Denny Indrayana. (Suara.com/Ria Rizki)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menyoroti peristiwa teror ancaman pembunuhan terhadap kelompok mahasiswa hukum UGM Constitutional Law Society (CLS) dan dosen Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

Denny menilai teror terhadap kebebasan berpendapat saat ini tengah mengalami penurunan bahkan sampai masuk ke ranah akademis yang seharusnya dijamin dalam Undang-undang 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 8.

"Apa yang terjadi di fakultas hukum UGM, ini almamater saya sendiri tentu sangat kita sayangkan karena ada dua kejadian di sana, pertama diskusi PSBB yang diubah posternya, kedua diskusi tentang pemakzulan yang dibahasakan sebagai upaya makar, tentu ini hal yang mengganggu," kata Denny dalam Seminar Nasional: MAHUTAMA & KOLEGIUM JURIST INSTITUTE, Senin (1/6/2020).

Denny menyebut pola teror yang dialami CLS UGM sebanyak dua kali ini merupakan ciri otoritarianisme seperti di era Orde Baru yang muncul kembali di masa sekarang.

Baca Juga: Banjir Darah! Aksi Sadis Pelaku Bersenjata Samurai Bunuh Polisi di Mapolsek

"Hal semacam ini menunjukkan karakteristik otoritarianisme yang mulai muncul lagi, dan tentu saja kita yang mendorong hilangnya sifat otoriter itu dari orde baru terganggu lagi dengan munculnya karakter tersebut," ucapnya.

Selain kebebasan akademis, Denny juga menyoroti kebebasan pers yang juga mengalami penurunan sebab banyak jurnalis yang terancam pidana karena berita yang dianggap menganggu oleh beberapa orang.

Denny mencontohkan salah satu kasus yang menimpa eks pemimpin redaksi Banjarhits Diananta Putra Sumedi yang ditangkap Polda Kalimantan Selatan yang menurunkan berita "Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel" pada 9 November 2019

"Jadi tanggal 3 Mei adalah Hari Pers Internasional, tanggal 4 Mei yang bersangkutan ditahan, ironis sebenarnya," tegasnya.

Padahal seharusnya sengketa pers sudah semestinya diselesaikan di Dewan Pers sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, Pasal 15 ayat 2 (c).

Baca Juga: Sulit Tidur karena Ada Corona, Dalih Dwi Sasono Suami Widi Mulia Isap Ganja

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI