Suara.com - Presiden Amerika Serikat Donald Trump memasukkan Antifa ke daftar organisasi teroris setelah dituding sebagai pemicu kerusuhan dan anarkisme dalam aksi-aksi massa atas kematian George Floyd.
Lalu siapa sebenarnya Antifa? Antifa merupakan kependekan dari Anti-fasis. Istilah ini digunakan untuk mendefinisikan sekelompok orang yang menganut politik kiri yang menentang nilai-nilai fasisme dari sayap kanan.
Menyadur News4Jax, kelompok ini tidak memiliki pemimpin atau markas resmi, meskipun kelompok di negara bagian tertentu kerap mengadakan pertemuan rutin.
Antifa menggunakan taktik radikal atau kekerasan menyempaikan pesan dan menjustifikasi pertahanan diri.
Baca Juga: Klaim Diizinkan Polisi, Sejumlah Ormas Gelar Aksi Tumpas Komunis di Menteng
Seorang mantan pembentuk Antifa, Scott Crow, mengatakan "cita-cita radikal" yang digaungkan oleh kelompok merupakan adaptasi dari kaum liberal.
Sementara Direktur Pusat Studi Kebencian dan Ekstremisme di Universitas Negeri California San Bernadino, Brian Levin, menyebut Antifa kini lebih dikenal aktif dalam demonstrasi publik dan dalam gerakan progresif.
"Apa yang mereka coba lakukan sekarang tidak hanya menonjol melalui kekerasan di demonstrasi-demonstrasi, tetapi juga mengjangkau lewat pertemuan-pertemuan kecil dan melalui jejaring sosial untuk menumbuhkan progresif yang kehilangan haknya," kata Levin.
Kelompok ini mulai aktif sejak demonstrasi di Charlottesville, Virginia, yang mengecam rasisme pada Agustus 2017 silam. Saat itu, Antifa juga menentang penghapusan patung Jenderal Robert E. Lee.
Pada tahun yang sama, Antifa juga melayangkan protes atas pelantikan Presiden AS Donald Trump hingga memprotes penampilan seorang provokator kanan Milo Yiannapoulos di Univeristas California Berkeley.
Baca Juga: Perilaku Psikologis Bisa Kendalikan Sitokin, Begini 6 Cara Mudahnya
Dalam sepak terjangnya, Antifa dikenal memakai pakaian serba hitam. Pun mereka memakai topeng untuk menyembunyikan identitas merka dari polisi dan siapapun yang mereka protes.