Suara.com - Politikus Partai Demokrat Jansen Sitindaon mempertanyakan keberadaan para aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dan aktivis pro demokrasi yang saat ini telah bergabung di pemerintahan.
Ia menyinggung hal tersebut ketika membahas adanya teror yang diterima panitia diskusi Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (FH UGM) Yogyakarta.
"Kok bisa hal seperti ini terjadi di tengah begitu banyaknya eks aktivis HAM & pro demokrasi di kekuasaan?" kata Jansen via akun Twitter-nya @jansen_jsp.
Meski tak menyebutkan nama, namun menurut Jansen, para pegiat kemanusiaan dan demokrasi itu pernah mengadakan diskusi dengan tema yang jauh lebih sensitif di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Baca Juga: Introducing Broker Bisa Jadi Profesi Baru Selama WFH
Ia pun merasa heran karena mereka seolah-olah hilang usai bergabung dengan pemerintah.
"Yang kerjanya juga dulu tiap hari diskusi. Malah tema dan gerakannya lebih keras Gulingkan SBY lah, Cabut Mandat SBY, dan lain-lain," tulisnya.
Di akhir cuitannya, Jansen menyindir dengan mengatakan bahwa waktu telah berganti. Ia seolah membandingkan pemerintahan di era Presiden SBY dan Presiden Joko Widodo.
"Ternyata waktu sudah berganti bro," katanya.
Seperti diketahui, diskusi oleh CLS FH UGM batal diadakan usai panitia penyelenggara mendapatkan sejumlah teror dimana salah satu di antaranya adalah ancaman pembunuhan.
Baca Juga: Episode 13 The King: Eternal Monarch Bikin Gemas, Simak 5 Komentar Netizen
Diskusi itu seyogyanya akan berlangsung pada hari Jumat (29/5/2020) dan akan membahas tentang peluang pemberhentian presiden di tengah pandemi jika dilihat dari hukum tata negara.
Namun, karena mendapat teror dan tekanan, maka panitia memutuskan untuk membatalkan acara tersebut. Sejumlah pihak pun angkat bicara tentang hal ini, salah satunya Menko Polhukam Mahfud MD.
Ia sempat meminta panitia penyelanggara dan para pihak yang diteror melapor ke kepolisian agar kasus bisa segera diusut secara tuntas.