Mikael menegaskan bahwa seluruh gerakan masyarakat yang terjadi pada pertengahan 2019 lalu di Papua dan Papua Barat bukanlah gerakan yang dikoordinasi, melainkan amarah yang bertahun-tahun dipendam dan meledak saat kasus rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.
"Itu tidak terkonsolidasi, kalau misalnya ada yang bilang itu dikonsolidasi dan dibiayai itu tidak ada, memang rasialisme itu rakyat marah," tegas Mikael.
Aktivis Papua mendesak pemerintah Indonesia untuk mulai membuka ruang diskusi mendengar suara-suara rakyat Papua, warga Indonesia harus menyuarakan masalah rasisme terhadap rakyat Papua agar diusut tuntas karena permasalah ini adalah masalah hak asasi manusia bukan separatisme, dan membuka akses jurnalis untuk bekerja di Papua.
Baca Juga: Aku Tak Bisa Bernapas, Kalimat Terakhir George Floyd Picu Aksi Anti Rasis