"Orang dari desa, miskin, istilah bahasa Jawa, ngenger [ikut orang lain] ngalap berkah. Jadi dibayar atau tidak yang penting dapat perlindungan secara sosial.
"Kemudian berkembang terus hingga sekarang, PRT dianggap tidak penting, dipekerjakan dari mulut ke mulut, Apalagi PRT itu adalah ibu-ibu dari kampung, miskin, pendidikan rendah, pengetahuan terbatas yang sebenarnya pemerintah punya tanggung jawab melindungi mereka," kata Tadjudin.
Tadjudin menambahkan, PRT yang bekerja di kota besar dan negara lain memiliki peran penting dalam memperjuangkan kemiskinan di kampung mereka masing-masing.
"Di daerah tempat PRT itu berasal, saya tanya uang yang dikirim untuk apa? Untuk pendidikan anak, kesehatan anak, biaya rumah tangga. Itu kontribusi besar sekali untuk perbaikan rumah tangga di desa, bagi orang-orang miskin," tambahnya.
Baca Juga: Setelah Rolls Royce, Kini Giliran Boeing PHK 12 Ribu Karyawan
RUU Perlindungan PRT mangkrak
Keluhan para PRT itu berujung pada satu akar permasalah yaitu belum disahkannya RUU Perlindungan PRT (PPRT) hingga saat ini, hampir sekitar 15 tahun mangkrak.
Dengan disahkannya RUU tersebut, PRT akan mendapatkan perlindungan dan dianggap sebagai pekerja yang haknya dilindungi oleh UU.
"Perbudakan saja ada aturannya. Ini PRT tidak ada. Jadi menurut saya RUU itu harus segera disahkan," katanya.
Apalagi, berdasarkan data dari Organisasi Buruh Internasional (ILO), jumlah PRT di Indonesia pada tahun 2015 sekitar 4 juta orang meningkat dari tahun 2008 sebesar 2,6 juta.
Baca Juga: Imbas Corona, Pabrik Sepatu Nike di Tangerang PHK Ribuan Buruh
Dari jumlah tersebut, pada tahun 2015, terdapat 3,35 juta PRT tidak menginap, dan 683 ribu PRT yang menginap di rumah majikan.