Shailaja, Menteri Komunis yang Berhasil Putus Rantai Covid-19 di Kerala

Sabtu, 30 Mei 2020 | 15:17 WIB
Shailaja, Menteri Komunis yang Berhasil Putus Rantai Covid-19 di Kerala
Menteri Kesehatan negara bagian Kerala, India, KK Shailaja (kanan). (Dok. Twitter@shailajateacher).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Keberhasilan negara bagian Kerala, India, dalam memutus rantai penyebaran virus corona covid-19 tak bisa lepas dari peran Menteri Kesehatan, KK Shailaja.

Menkes yang tergabung dalam Partai Komunis India (Marxis) itu menjadi pahlawan bagi warga Kerala dalam menumpas wabah virus Corona.

Metodenya berhasil menghindari negara bagian itu dari 'amukan' Covid-19 yang telah terbukti memporakporandakan negara-negara macam Inggris dan Amerika Serikat.

Menyadur The Guardian, KK Shailaja mengaku mengambil tindakan antisipasi saat mengetahui virus baru nan berbahaya telah muncul di kota Wuhan, China.

Baca Juga: Amerika Serikat Setujui Alat Kontrasepsi Baru yang Berbentuk Gel

Dia menelepon salah satu deputi yang terlatih secara medis untuk berkonsultasi. "Apakah virus itu akan datang kepada kita?" tanya Shailaja. "Jelas Nyonya," jawab sang Deputi dikutip dari The Guardian, Sabtu (30/5/2020).

Setelah percakapan itu, negara bagian Kerala memang tetap tak bisa menghindari kasus infeksi Covid-19. Namun, jumlahnya bisa diminimalisir.

Empat bulan setelah kasus pertama pada Januari 2020, Kerala kekinian 'hanya' mencatatkan 524 kasus infeksi di mana empat orang meninggal dunia, menurut Shailaja.

Penerapan Metode Cepat Tanggap dan Efektif

Tiga hari setelah membaca mengenai virus baru di China, dan sebelum Kerala mencatatkan kasus infeksi Covid-19 pertamanya, Shailaja langsung bergerak cepat.

Baca Juga: WHO Ultimatum Indonesia: Setop Beri Klorokuin ke Pasien Corona, Bahaya!

Dia mengadakan pertemuan pertama dengan tim tanggap darurat. Sehari setelahnya, pada 24 Januari, tim membentuk ruang kontrol dan menginstruksikan petugas medis di 14 distrik Kerala untuk melakukan hal serupa.

Saat kasus pertama datang pada 27 Januari melalui pesawat yang berangkat dari Wuhan, Kerala telah mengadopsi protokol uji, jejak, isolasi dan dukungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Seluruh penumpang yang pulang dari China, langsung mendapat pemeriksaan suhu tubuh.

Tiga orang yang ditemukan demam diminta menjalani isolasi di rumah sakit terdekat, sementara lainnya diminta mengisolasi diri di rumah.

Untuk mempercepat pemahaman masyarakat akan bahaya virus Corona, otoritas setempat memberikan pamflet berisi informasi tentang Covid-19 yang telah dicetak dalam bahasa lokal, Malayalam.

Tiga orang yang dikarantina di Rumah Sakit pada akhirnya terbukti terinfeksi covid-19. Antisipasi itu disebut Shailaja sebagai awal kemenangan.

"Bagian pertama adalah kemenangan. Tetapi virus itu terus menyebar ke luar Cina dan segera di mana-mana," ungkap Shailaja.

Dalam puncak infeksi virus di Kerala, setelah India akhirnya menerapkan kebijakan lockdown pada 25 Maret, Kerala turut mengkarantina 170 ribu warga di bawah pengawasan ketat.

“Kami juga telah mengakomodasi dan memberi makan 150.000 pekerja migran dari negara-negara tetangga yang terjebak di sini oleh penutupan,” kata Shailaja.

"Kami memberi mereka makan dengan benar - tiga kali sehari selama enam minggu." Para pekerja itu sekarang dipulangkan dengan kereta carteran."

Pemahaman dan Pengalaman Masa Lalu Jadi Kunci

[BBC]
[BBC]

Kerala bukannya tanpa hambatan dalam menghadapi pandemi covid-19. Negara bagian berpenduduk sekitar 35 juta orang itu sempat dibayang-bayangi rasa takut.

Warga Kerala banyak yang telah bersiap untuk melarikan diri karena takut dan tak mengerti bagaimana virus corona menyebar dan menular.

Namun, bekal pendidikan yang telah dibangun otoritas Kerala selama bertahun-tahun akhirnya menjadi penyelamat. Orang-orang lebih mudah mengerti saat diberi penjelasan.

"Jika Anda jaga jarak minimal satu meter dari orang lain yang batuk, virus itu tidak akan menyebar. Ketika kami jelaskan itu, orang-orang menjadi tenang dan tetap tinggal di desanya," ujar Shailaja.

Selain bekal pendidikan yang baik, Menkes Shailaja juga bukan tiba-tiba bisa bersikap tanggap saat ada wabah virus Corona.

Pengalaman dengan wabah Nipah--virus penyebab radang otak dan kejang--tahun 2018 menjadi modal penting dari tindakannya sekarang.

Keberhasilan meredam wabah Nipah, diakui Shailaja jadi modal penting bagi dirinya dan tim untuk mengantisipasi virus-virus menular lainnya di Kerala.

Terbantu 'Model Kerala'

Layaknya negara penganut ideologi komunis lainnya, Kerala sudah memiliki pondasi yang kuat dalam menghadapi ancaman dari luar.

Penguatan di bidang pangan--pertanian, kesehatan dan pendidikan membuat warga Kerala jadi tahan banting, termasuk saat pandemi covid-19 menghantam seluruh India.

The Guardian melaporkan setiap desa di Kerala memiliki pusat kesehatan primer dan ada rumah sakit di setiap tingkat administrasi, serta 10 perguruan tinggi medis.

Menurut pakar kesehatan masyarakat MP Cariappa, sistem yang sama juga tertanam diseluruh negara bagian Maharashtra.

Namun, Kerala jadi salah satu kawasan yang paling baik dalam penerapannya lantaran banyak berinvestasi dalam sistem kesehatan primer.

"Dengan akses luas ke pendidikan, ada pemahaman yang pasti tentang kesehatan menjadi penting bagi kesejahteraan orang," kata Cariappa.

Bersiap Menghadapi Gelombang Kedua

Tes virus Corona Covid-19 di negara bagian Kerala, India. (Dok. Twitter@shailajateacher).
Tes virus Corona Covid-19 di negara bagian Kerala, India. (Dok. Twitter@shailajateacher).

Kendati untuk sementara berhasil menekan penyebaran virus di Kerala, Menkes Shailaja tak menampik ancaman gelombang kedua bisa saja datang suatu waktu.

Apalagi, lanjutnya, rencana Pemerintah India untuk segra mencabut lockdown, bakal memperbesar potensi penyebaran virus Corona di berbagai wilayah.

“Ini akan menjadi tantangan besar, tetapi kami sedang mempersiapkannya,” jelas Shailaja.

Demi mengantisipasi, Shailaja telah memerintahkan hotel, hostel, dan pusat konferensi untuk menyediakan setidaknya 165 ribu tempat tidur untuk pasien.

Terkait kekurngan jumlah tenaga kesehatan, Shailaja kekinian juga tengah berencana untuk melibatkan guru-guru sekolah sebagai sukarelawan.

“Kami melatih guru sekolah."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI