Suara.com - Kematian seorang pria kulit hitam tak bersenjata, George Floyd, setelah ia ditahan dan lehernya ditindih dengan lutut oleh polisi di Minnesota memicu lagi protes keras terkait kebrutalan kepolisian terhadap anggota kelompok minoritas di Amerika Serikat.
George Floyd, 46 tahun, bekerja sebagai petugas keamanan di sebuah restoran di Minneapolis.
Ia didekati oleh beberapa petugas polisi yang menanggapi panggilan telepon pada malam 25 Mei, yang melaporkan adanya penipuan.
Lalu beredar video berdurasi 10 menit berisi Floyd mengerang dan berulang kali mengatakan Saya tak bisa bernapas kepada seorang polisi kulit putih yang menekan lehernya ke tanah dengan menggunakan lutut.
Baca Juga: Update Corona Covid-19: India Masif Lakukan Tes, China Tinggal 70 Kasus
Sekalipun Floyd berulang kali mengatakan itu, si polisi tak menghentikan tekanannya sampai akhirnya Floyd dibawa ke rumah sakit dan meninggal dunia di sana.
Peristiwa ini terjadi di hari yang sama dengan beredarnya sebuah video lain berisi gambar seorang perempuan memanggil polisi saat terlibat pertengkaran kecil karena ia melepaskan ikatan anjingnya.
Kematian Floyd ini menyoroti statistik yang mengerikan terkait pembunuhan oleh polisi di Amerika.
Lebih dari 1.000 orang mati ditembak polisi di Amerika pada tahun 2019.
Tiga kali lipatMenurut data yang diolah oleh koran Washington Post, 1.014 orang ditembak mati oleh petugas kepolisian di Amerika pada tahun 2019.
Baca Juga: Media Asing Kecam Meme Mahfud Samakan Istri dengan Corona
Dan menurut beberapa penelitian, orang kulit hitam merupakan korban terbesarnya.