Suara.com - Perang antara perusahaan teknologi Twitter dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump berlanjut. Kekinian, platform media sosial berlogo burung biru itu membalas serangan Trump.
Trump sebelumnya berang dengan tindakan Twitter yang untuk kali pertama melabeli cuitannya sebagai hoax.
Dia kemudian menyerang Twitter lewat Executive Order (EO) dengan wacana mengubah beberapa undang-undang demi mempersempit perlindungan hukum kepada perusahaan media sosial.
Pihak Twitter tak tinggal diam dengan manuver politikus partai Republik itu. Mereka menyebut langkah Trump sebagai tindakan anti demokrasi.
Baca Juga: Tertutup Karang, Ilmuwan Temukan Bangkai Kapal dari Akhir Abad ke-18
"EO ini adalah pendekatan reaksioner dan dipolitisasi terhadap hukum yang ada," kata tim Kebijakan Publik Global Twitter dikutip dari New York Post, Jumat (29/5/2020).
Perubahan undang-undang yang diinginkan Donald Trump adalah mengarahkan badan-badan federal untuk melihat apakah mereka dapat menempatkan peraturan baru pada raksasa teknologi seperti Twitter, Facebook dan Google.
Secara khusus, Trump ingin menghapus atau mengubah bagian dari 230 Undang-Undang Komunikasi, undang-undang tahun 1996 yang melindungi perusahaan media sosial dari pertanggungjawaban atas materi yang diposting oleh pengguna.
Perubahan itu akan memungkinkan Twitter dan perusahan teknologi raksasa lainnya dapat diperlakukan sebagai platorm alih-alih penerbit. Alhasil, mereka bisa dituntut atas pencemaran nama baik.
"#Section230 melindungi inovasi dan kebebasan berekspresi Amerika, dan itu didukung oleh nilai-nilai demokrasi," kata pernyataan Twitter itu.
Baca Juga: Inggris Bersiap New Normal, Seperti ini Aturan Bertamu dan Berkumpul!
“Upaya untuk mengikis secara sepihak [Bagian 230] mengancam masa depan kebebasan berbicara online dan internet,” tambahnya.
Perintah eksekutif terkait perubahan undang-undang datang setelah cuit Donald Trump perihal pembahasan terkait surat suara via pos untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat.
Dalam tulisannya, Trump menuding pengiriman surat suara via pos atau mail-in ballots itu berpotensi menimbulkan kecurangan dalam pemilu mendatang.
"Tidak mungkin! Bahwa Surat Suara Masuk akan menjadi sesuatu yang kurang dari penipuan yang substansial," cuit Donald Trump sebagaimana dikutip dari The Guardian, Rabu (27/5/2020).
"Kotak surat akan dirampok, surat suara akan dipalsukan & bahkan dicetak secara ilegal & ditandatangani secara curang."
Kicauan Donald Trump itu diberi tautan oleh Twitter dengan kata-kata 'Get the facts about mail-in ballots' di bagian bawah.
Tautan itu menjelaskan bahwa cuit dari politikus partai Republik itu 'tidak berdasar' dan bisa dibilang sebagai 'klaim palsu' alias hoax.
Dalam tautan itu, Twitter juga merangkum berbagai informasi dari laman berita terkemuka Amerika Serikat seperti CNN dan The Washington Post demi memperkuat label yang mereka berikan.