Suara.com - Dalam beberapa waktu terakhir, pemerintah terus mengampanyekan New Normal atau tatanan normal baru di tengah Pandemi Corona. Wacana New Normal tersebut menimbulkan berbagai keresahan dan kebingungan di kalangan masyarakat.
Menyikapi persoalan tersebut, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah meminta pemerintah menjelaskan kebijakan New Normal. Karena di lain sisi, penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masih berjalan, tetapi juga diberlakukan relaksasi.
"Kesimpangsiuran ini sering menjadi sumber ketegangan aparat dengan rakyat. Bahkan, demi melaksanakan aturan kadang sebagian oknum aparat menggunakan cara-cara kekerasan," ungkap Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir melalui keterangan tertulisnya pada Kamis (28/5/2020).
Lantaran itu, Haedar meminta pemerintah untuk memberikan penjelasan tentang kebijakan New Normal.
Baca Juga: Jelang New Normal, KSPI: PSBB Saja Banyak yang Langgar Apalagi Dilonggarkan
"Jangan sampai masyarakat membuat penafsiran masing-masing. Di satu sisi, mal dan tempat perbelanjaan mulai dibuka, sementara masjid dan tempat ibadah masih harus ditutup."
Menurut Haedar hal itu dapat berpotensi menimbulkan ketegangan antara aparat pemerintah dengan umat dan jemaah.
"Padahal ormas keagamaan sejak awal konsisten dengan melaksanakan ibadah di rumah, yang sangat tidak mudah keadaannya di lapangan bagi umat dan bagi ormas sendiri demi mencegah meluasnya kedaruratan akibat wabah Covid-19."
Haedar menyebut, laporan BNPB melalui Gugus Tugas Penanganan Covid-19 di Indonesia menyatakan, pandemi yang terjadi saat ini masih belum dapat diatasi. Namun kondisi tersebut bertolak belakang, karena pemerintah justru melonggarkan aturan dan mulai mewacanakan New Normal.
Haedar pun mempertanyakan mengenai kajiannya, apakah sudah valid dan dilakukan seksama dari para ahli epidemiologi?
Baca Juga: New Normal Belum akan Diterapkan di Jateng dalam Waktu Dekat
"Wajar jika kemudian tumbuh persepsi publik yang menilai kehidupan masyarakat dikalahkan untuk kepentingan ekonomi," katanya.