Suara.com - Dewan Pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana membahas laporan koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman terkait pelanggaran etik yang diduga dilakukan Deputi Penindakan KPK, Karyoto.
"Ya benar (sudah terima laporan). Dewas akan membahas laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh MAKI tersebut," kata anggota Dewas KPK Syamsudin Harris dikonfirmasi, Kamis (28/5/2020).
Karyoto dilaporkan MAKI atas terkait operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap pejabat Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dalam pembagian Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pejabat Kemendikbud RI.
MAKI menyebut jika Karyoto melakukan pelanggaran etik dalam OTT tersebut.
Baca Juga: Ngeluh Tak Mampu Beli Susu, Pria Bermobil Serahkan Anaknya ke Petugas PSBB
Kasus pungli berupa THR yang melibatkan pejabat UNJ dan Kemendikbud itu sudah dilimpahkan KPK kepada Polda Metro Jaya. Alasan pelimpahan berkas penyidikan itu lantaran dalam pemeriksaan lebih lanjut sejumlah saksi tak ditemukan unsur penyelenggara negara melakukan tindak pidana korupsi.
Sebelumnya, MAKI melaporkan Karyoto ke Dewas KPK pada Selasa (26/5/2020). Pelaporan terkait dugaan pelanggaran kode etik itu disampaikan MAKI melalui surel yang dikirim kepada Dewas KPK.
Dalam surat pelaporannya, MAKI menyebut jika Karyoto telah melakukan pelanggaran kode etik terkait penangkapan terhadap Kepala Bagian Kepegawaian UNJ, Dwi Achmad Noor.
Boyamin menyebutkan jika Karyoto menyampaikan rilis OTT itu seorang diri. Hal tersebut bertentangan dengan arahan dan evaluasi Dewan Pengawas KPK yang berisi bahwa yang diperkenankan memberikan pernyataan terkait penanganan suatu perkara atau kasus kepada media adalah pimpinan KPK dan/atau juru bicara KPK.
Dia juga menyoal adanya penyebutan nama-nama secara lengkap tanpa inisial terhadap orang-orang yang dilakukan pengamanan dan/atau pemeriksaan terkait OTT di Kemendikbud.
Baca Juga: Jimi Lebaran di Kuburan, Tak Ketemu Keluarga karena Urus Jenazah Corona
"Mulai dari penerimaan pengaduan masyarakat sampai dengan keputusan untuk melakukan giat tangkap tangan. Semestinya sebelum melakukan kegiatan tangkap tangan sudah dipastikan apa modusnya apakah suap atau gratifikasi dan siapa penyelenggara negaranya. Sehingga ketika sudah dilakukan Giat Tangkap Tangan tidak mungkin tidak ditemukan penyelenggara negaranya," kata Boyamin.