Suara.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim, membacakan surat-surat inspiratif dari guru dan murid dari berbagai daerah penjuru Indonesia. Mendikbud membacakan surat-surat mereka melalui tayangan youtube dalam program "Hikmah Ramadan di Masa Pandemi", yang ditayangkan di kanal Kemendikbud RI, Selasa (26/5) pukul 10.00 WIB.
Ramadan kali ini terasa istimewa, karena kegiatan belajar-mengajar dilakukan dalam jarak. Guru dan murid tak pernah bertemu muka dengan muka, sehingga banyak kendala yang mereka rasakan saat dalam kegiatan.
Walau demikian, banyak cara yang bisa dilakukan untuk menguatkan tanpa bersentuhan, saling bergotong royong walau berjauhan, dan saling bertoleransi.
Dalam tayangan Youtube tersebut, Nadiem Makarim menyapa beberapa guru dan murid, yang surat terpilih dan telah dibacakan. Sebanyak 2 surat dari guru dan 3 surat dari murid dibacakannya, setelah ia memilih dari 6689 surat yang dilayangkan kepadanya.
Bu Guru Gugup Bicara dengan Mas Menteri
Salah satu guru yang diberi kesempatan untuk bicara langsung pada Nadiem adalah guru SDK Kaenbaun dari Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maria Yosephina Morukh.
Baca Juga: Kegiatan Belajar di Sekolah, Kemendikbud Ikuti Penetapan dari Gugus Tugas
"Saya senang sekali, tapi sekaligus gugup mau bicara dengan Mas Menteri Nadiem," ujarnya sumringah.
Guru yang satu ini dipilih Nadiem, karena keteguhannya mengajar. Ia berkunjung dari rumah yang satu ke rumah yang lain untuk memastikan setiap anak didiknya tetap mendapatkan pelajaran, tanpa ketinggalan.
"Saya adalah seorang guru honor yang mengajar pada satu sekolah dasar di daerah pedalaman yang jauh perkotaan. Fasilitas jaringan internetnya kadang hilang, muncul, bahkan siaran TVRI pun tidak dapat,” ujarnya.
“Itupun hanya untuk beberapa orang, karena sebagian besar masyarakat NTT bekerja sebagai petani. Semenjak ada wabah Covid-19, saya kesulitan dalam memberikan tugas pembelajaran online kepada anak murid, karena mereka tidak memiliki handphone. Jangankan handphone, Android Nokia center saja tidak punya. Tapi saya tidak putus asa. Saya berusaha untuk membuat jadwal kunjungan dari rumah ke rumah. Misalnya, hari pertama saya kunjungi lima rumah, berarti lima anak yang diberikan tugas. Hari kedua, lima rumah lagi, sampai semua kebagian tugas," lanjutnya.
Walau sulit bertemu, Maria mengatakan, mereka semangat sekali. Bahkan ada yang bertanya, “Ibu kapan kita masuk sekolah?”
Baca Juga: Libur Lebaran 2020, Belajar dari Rumah TVRI Diisi KPK dan Kemendikbud
Hal itu membuatnya terharu.
Murid harus Pisah dari Keluarga untuk Belajar
Rifaldi, siswa kelas IV SD Tanjungredeb, di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, juga berkesempatan curhat kepada Mendikbud. Di suratnya, Rifaldi mengatakan, ia tetap semangat belajar, walaupun harus dititipkan kepada keluarga baru untuk mendapatkan akses pendidikan.
Akibat tak memiliki handphone, Rifaldi harus tinggal di rumah seorang guru yang dikenal ibunya untuk tetap mendapat pelajaran. Ia dibantu keluarga barunya untuk mendapatkan akses pendidikan yang memadai.
"Saya dititipkan mama pada seorang guru yang sudah lama dia kenal. Alhamdulilah, selama di sini, semua tugas yang diberikan guru bisa saya selesaikan dengan baik, karena dibimbing oleh kakak-kakak di rumah saya, Abi dan Kiara. Saya tidak punya hp, jadi kalau buat video belajar, mereka berdua yang merekam, saya diberi teks yang harus saya hafalkan. Lalu mereka merekam saya untuk menghafalkan pelajaran itu, misalnya bacaan salat dan kosakata bahasa Inggris beserta artinya," ujarnya bercerita.
Rifaldi harus rela dititipkan pada keluarga lain, sehingga tidak bisa sahur dan buka puasa dengan orangtuanya.
"Bulan Ramadan tahun ini sangat berbeda dengan tahun sebelumnya. Berbuka dan sahur tidak lagi bersama bapak, mama, dan dua adik saya. Pekerjaan bapak tidak menentu dan mama adalah buruh setrika baju," lanjutnya.