Cuitannya Dilabeli Hoaks, Trump Ancam Twitter Lewat Perubahan Undang-Undang

Kamis, 28 Mei 2020 | 14:46 WIB
Cuitannya Dilabeli Hoaks, Trump Ancam Twitter Lewat Perubahan Undang-Undang
Presiden Donald Trump. (BBC)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden Amerika Serikat Donald Trump tak terima dengan Twitter yang untuk pertama kalinya melabeli cuitannya sebagai hoax pada Rabu (27/5/2020).

Demi menyerang balik perusahaan berlogo burung biru itu, Trump dilaporkan Bloomberg bakal mempersempit perlindungan pertanggungjawaban perusahaan teknologi lewat perubahan undang-undang.

Untuk diketahui, Twitter, Facebook Inc, dan perusahaan-perusahaan teknologi lainnya, mendapat perlindungan dari posting atau konten dari pihak ketiga.

Perlindungan perusahan terhadap tuntutan hukum berlaku ketika mereka bertindak 'dengan itikad baik' dalam menurunkan atau membatasi tweet, video, dan pos media sosial yang dianggap tidak pantas.

Baca Juga: Tutup Kedutaan, Inggris Tarik Semua Diplomat dari Korea Utara

Perubahan undang-undang yang diminta Donald Trump bakal mendorong Komisi Komunikasi Federal untuk mengeluarkan aturan yang mengklarifikasi masalah ini.

Hal itu memungkinkan pengguna untuk menuntut tindak penghapusan jika Twitter dan perusahaan-perusahaan serupa tidak konsisten dengan persyaratan layanan mereka, tidak memberikan pemberitahuan yang cukup atau memenuhi kriteria yang disarankan lainnya.

Ilustrasi logo Twitter digantung di jemuran (Shutterstock).
Ilustrasi logo Twitter digantung di jemuran (Shutterstock).

"Raksasa teknologi sedang melakukan segala cara untuk menyensor jelang Pemilu (Presiden Amerika Serikat) 2020," kata Trump dikutip dari Bloomberg, Kamis (28/5/2020).

"Jika itu terjadi, kita tidak lagi memiliki kebebasan. Saya tidak akan pernah membiarkan itu terjadi!"

"Mereka berusaha keras pada tahun 2016, dan kalah. Sekarang mereka benar-benar gila. tunggu kelanjutannya," tambahnya.

Baca Juga: Pandemi Virus Corona, Filipina Perkenalkan Metode Belajar Blended Learning

Perintah eksekutif terkait perubahan undang-undang datang setelah cuit Donald Trump perihal pembahasan terkait surat suara via pos untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat.

Dalam tulisannya, Trump menuding pengiriman surat suara via pos atau mail-in ballots itu berpotensi menimbulkan kecurangan dalam pemilu mendatang.

"Tidak mungkin! Bahwa Surat Suara Masuk akan menjadi sesuatu yang kurang dari penipuan yang substansial," cuit Donald Trump sebagaimana dikutip dari The Guardian, Rabu (27/5/2020).

"Kotak surat akan dirampok, surat suara akan dipalsukan & bahkan dicetak secara ilegal & ditandatangani secara curang."

Kicauan Donald Trump itu diberi tautan oleh Twitter dengan kata-kata 'Get the facts about mail-in ballots' di bagian bawah.

Tautan itu menjelaskan bahwa cuit dari politikus partai Republik itu 'tidak berdasar' dan bisa dibilang sebagai 'klaim palsu' alias hoax.

Dalam tautan itu, Twitter juga merangkum berbagai informasi dari laman berita terkemuka Amerika Serikat seperti CNN dan The Washington Post demi memperkuat label yang mereka berikan.

Jesse Blumenthal, seorang konservatif yang memimpin kebijakan teknologi di Stand Together, menyebut politisi memang kerap menggunakan kekuatan pemerintah untuk melemahkan berbagai perusahaan yang menghalangi tujuan mereka,

"Politisi dapat menggunakan kekuatan pemerintah untuk membuat hidup sangat sulit bagi perusahaan swasta," kata Jesse Blumenthal.

"Dan ada rekam jejak panjang politisi dari kedua belah pihak (Partai Republik dan Demokrat) melakukan tindakan ini dalam beberapa tahun terakhir terhadap perusahaan media sosial."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI