Carrie Lam Jamin RUU Keamanan Nasional Tak Usik Kebebasan Warga Hong Kong

Syaiful Rachman Suara.Com
Selasa, 26 Mei 2020 | 17:18 WIB
Carrie Lam Jamin RUU Keamanan Nasional Tak Usik Kebebasan Warga Hong Kong
Pemimpin Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam saat menggelar konferensi pers terkait aksi demonstrasi dan rencana mogok massal. (Anthony WALLACE / AFP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Selasa (26/5/2020), pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengatakan rancangan undang-undang keamanan nasional yang diusulkan China tidak akan mengikis kebebasan dan hak sipil warga.

Lam meminta warga Hong Kong menunggu hasil akhir rancangan beleid tersebut.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," kata Lam dalam jumpa pers seperti dimuat Antara dari Reuters.

Namun ia tidak menjelaskan bagaimana rancangan beleid itu dapat mempertahankan kebebasan yang saat ini dinikmati warga Hong Kong.

Baca Juga: Menuju New Normal, Jokowi Minta TNI/Polri Pertebal Pasukan di 4 Provinsi

"Dalam 23 tahun terakhir, saat banyak orang mengkhawatirkan kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi di Hong Kong, mereka berunjuk rasa, Hong Kong berhasil menjaga dan menegakkan nilai-nilai itu," kata Lam.

Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam. (AFP)
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam. (AFP)

Beijing pada minggu lalu mengumumkan rencana membahas rancangan undang-undang keamanan nasional untuk wilayah Hong Kong. Beberapa pihak meyakini beleid itu bertujuan menghentikan rencana pemisahan, aksi teror dan subversif. UU itu, apabila disahkan, akan mengizinkan badan intelijen China membuat kantor perwakilan di Hong Kong.

Ribuan warga di Hong Kong turun ke jalan pada Minggu (24/5/2020), berunjuk rasa menentang rancangan beleid keamanan nasional. Polisi menembakkan gas air mata dan meriam air guna membubarkan massa.

Kepolisian setempat juga menangkap hampir 200 demonstran.

Aksi massa itu merupakan demonstrasi besar pertama yang digelar sejak tahun lalu. Masyarakat pada tahun lalu turun ke jalan menentang pengesahan aturan ekstradisi ke China.

Baca Juga: Hamil Tua, Bu Guru Mesum dengan Pemulung karena Tergiur Ukuran Kelamin

Polisi antihuru-hara menggunakan peluru karet untuk membubarkan aksi menentang rencana Beijing menerapkan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong, China, Minggu (24/5/2020). (ANTARA FOTO/REUTERS/Tyrone Siu)
Polisi antihuru-hara menggunakan peluru karet untuk membubarkan aksi menentang rencana Beijing menerapkan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong, China, Minggu (24/5/2020). (ANTARA FOTO/REUTERS/Tyrone Siu)

Unjuk rasa itu menyebabkan Hong Kong, bekas daerah koloni Inggris, jatuh dalam krisis terburuk sejak wilayah itu dikembalikan ke China pada 1997.

Pengunjuk rasa dalam jumlah lebih banyak diperkirakan akan kembali turun ke jalan pada Rabu (27/5/2020).

Komandan militer China di Hong Kong, Chen Daoxiang, dalam sesi wawancara mengatakan, pihaknya mendukung rencana parlemen membahas rancangan undang-undang keamanan nasional.

Chen, saat diwawancara televisi pemerintah China, mengatakan pihak militer berkomitmen melindungi kedaulatan China, kesejahteraan warga, dan keamanan Hong Kong.

Pasukan militer China bertahan dalam barak yang ditempatkan di Hong Kong sepanjang tahun lalu dan membiarkan kepolisian mengurusi para demonstran.

Rencana Beijing itu ditanggapi negatif oleh para pelaku usaha dan komunitas diplomatik yang khawatir terhadap masa depan Hong Kong sebagai salah satu pusat keuangan dunia. Banyak pihak meragukan kemampuan Hong Kong jadi jembatan antara dunia barat dan China jika rancangan undang-undang itu disahkan.

Saat ini, Hong Kong diperintah lewat mekanisme "satu negara, dua sistem", yang dirancang untuk memastikan adanya otonomi dan kebebasan, termasuk di antaranya kebebasan berekspresi dan hak untuk berunjuk rasa.

Hak mendasar itu, yang saat ini dinikmati oleh warga Hong Kong, tidak berlaku di China daratan.

Beijing dan sejumlah pejabat setempat belum lama ini membuat komentar keras mengenai aksi unjuk rasa di Hong Kong. Mereka menyebut aksi protes itu sebagai "terorisme" dan upaya "memisahkan diri".

Aksi protes massa pada tahun lalu berujung kekerasan setelah otoritas setempat menolak memenuhi tuntutan warga yang menginginkan hak pilih universal, amnesti/ampunan hukum kepada pengunjuk rasa yang ditangkap, penyelidikan independen terhadap kepolisian saat menghadapi demonstran, dan permintaan tidak menyebut aksi protes sebagai kerusuhan.

Beberapa jajak pendapat menunjukkan hanya sebagian kecil warga Hong Kong mendukung kemerdekaan, salah satu ancaman yang diwaspadai Beijing.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI