Suara.com - Afrika Selatan merupakan salah satu negara yang menerapkan aturan pembatasan wilayah atau lockdown yang paling ketat. Bahkan negara tersebut hingga melarang warganya untuk merokok dan minum alkohol demi menjaga kesehatan.
Namun, kebijakan tersebut menimbulkan masalah lain yakni perdagangan rokok secara ilegal jadi makin merajalela.
Menyadur dari BBC News, Selasa (26/05) perdagangan ilegal rokok di Afrika Selatan semakin berjalan lancar setelah penjualan tembakau dilarang pada akhir Maret sebagai bagian dari langkah-langkah ketat yang diberlakukan untuk memperlambat penyebaran virus corona.
Menurut Michele (nama samaran), ekonom asal Afrika Selatan yang juga perokok, warga membeli rokok secara diam-diam. Ia harus menghubungi penjual rokok melalui kontak di grup WhatsApp dan kemudian bertemu secara diam-diam.
Baca Juga: Afrika Selatan Longgarkan Lockdown Mulai 1 Juni, Warga Boleh Bekerja
"Setelah Anda menemukan penjual yang dapat Anda percayai, titik pertemuan atau titik penjemputan diatur," katanya dikutip dari BBC News.
Ia juga mengaku tidak sempat 'menimbun' rokok, sebelum peraturan tersebut dilaksanakan.
"Tidak ada peringatan yang diberikan untuk larangan itu, jadi saya pribadi tidak cukup siap untuk mendapatkan persediaan," ujar Michelle, yang telah merokok selama empat tahun.
Menurutnya aturan ini justru akan menimbulkan penularan yang lebih parah. Pasalnya pedagang dan pembeli akan saling bertemu dan bersentuhan.
"Penjual rokok di pasar gelap berpotensi menyentuh banyak orang yang mencoba menjual rokok mereka", kata Michele.
Baca Juga: Tak Ajak Anaknya Liburan, Pasangan Ini Terjebak Lockdown di Afrika Selatan
Lebih dari setengah juta orang membuat petisi online yang meminta pemerintah untuk berubah pikiran akan aturan larangan merokok tersebut. Sebab tanpa ada dukungan ilmiah yang kuat.
"Kami tidak diberi bukti ilmiah untuk mendukung larangan tembakau, " Bev Maclean, salah satu penulis petisi.
"Dengan penjualan produk tembakau yang legal dilarang, konsumen beralih ke pasar ilegal dan membayar dengan harga tinggi untuk rokok ilegal yang tidak membayar pajak kepada pemerintah."
Pada akhir tahun, badan pajak Afrika Selatan mengumpulkan sekitar 790 juta dolar (sekitar Rp 11,6 triliun) dari penjualan tembakau. Dan larangan menjual tembakau tersebut akan membuat pendapatan hilang sekitar 132 juta dolar ( Rp 1,9 triliun).
Meski banyak yang tidak setuju, aturan tersebut tetap didukung sejumlah lembaga seperti Dewan Riset Medis Afrika Selatan (SAMRC), Asosiasi Kanker Afrika Selatan dan Yayasan Jantung dan Stroke Afrika Selatan, serta sejumlah badan kesehatan lainnya.
Menurut mereka aturan ini membuat beberapa orang untuk mencoba dan berhenti merokok. Lembaga-lembaga tersebut banyak dihubungi oleh warga yang ingin meminta dukungan dan tips untuk berhenti merokok.
"Kami telah mendapat dua kali lipat jumlah panggilan yang biasanya kami terima di Quitline," kata Savera Kalideen, direktur eksekutif di National Council Against Smoking.