Jalanan sepi, langit bersih
Fajar adalah seorang karyawan swasta yang berkantor di Kuningan, Jakarta Selatan. Seperti sebagian banyak karyawan ibu kota, ia menjalankan pekerjaan dari rumah, atau work from home (WFH) sejak Maret lalu.
Pria berusia 37 tahun itu memerhatikan kualitas udara melalui sebuah aplikasi handphone untuk wilayah tempat tinggalnya dan Jakarta.
"Memang kalau semenjak Maret dan April itu kan, ketika orang sudah banyak yang di rumah, artinya tidak lagi keluar menggunakan kendaraan pribadi, itu kan sempat turun indeks polusi, terus langit juga sempat beberapa minggu itu bersih banget," kata Fajar kepada BBC News Indonesia.
Baca Juga: Cerita Foto Senyuman dan Kegetiran Tim Medis Virus Corona
"Jadi kelihatannya memang kendaraan pribadi itu yang paling signifikan menyumbang polusi di Jakarta, kalau kita melihat indikasi visual sama skor indeks polusi," tambahnya.
Menurut pengamatan studi oleh organisasi peduli lingkungan Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA), tingkat gas Nitrogen Dioksida (NO2) di Jakarta turun sekitar 40% dari level gas tersebut pada tahun lalu.
Hal itu tercatat selama masa bekerja dari rumah yang mulai diberlakukan sejak pertengan Maret yang kemudian disusul PSBB di bulan April dalam upaya menekan penyebaran Covid-19.
Namun demikian, studi itu juga mencatat sebaran PM 2.5, atau partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2.5 mikron, pada periode itu masih konsisten.
Menurut CREA, kondisi ini mengonfirmasi lebih jauh penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa kualitas udara ambien Jakarta sangat dipengaruhi oleh polutan yang berasal dari wilayah tetangga, terutama dari pembangkit listrik dengan batu bara.
Baca Juga: Bahagia Lebaran Bareng Suami, Penampilan Vanessa Angel Bikin Salfok
Organisasi itu memberi contoh bahwa di provinsi Banten, di mana terdapat pembangkit listrik Suralaya, sebaran NO2 tetap tinggi.